Sunday, December 7, 2014

Kritik Mendikbud, M. Nuh Nilai Penghentian Kurikulum 2013 Langkah Mundur

Mantan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Mohammad Nuh, menilai kebijakan Kementerian Kebudayaan dan Pendidikan Dasar dan Menengah kembali pada Kurikulum 2006 adalah langkah mundur. Kurikulum 2013 secara substansi dinilainya tidak ada masalah.

"Kalau ada masalah teknis, mestinya dicarikan solusi perbaikannya, bukan balik ke belakang sebab KTSP secara substansi ada kekurangan dan secara teknis juga perlu penyiapan lagi," kata Nuh di Surabaya, Minggu (7/12/2014), seperti dikutip Antara.

Nuh menjelaskan, bukti Kurikulum 2013 tidak ada masalah secara substansi adalah dengan tetap diberlakukannya untuk 6.221 sekolah. Jika ada masalah, kata dia, maka tentu tidak akan dipakai sama sekali.

"Untuk itu, mestinya, alternatifnya ya penerapannya tidak langsung 'dibajak' dengan dibatasi pada 6.221 sekolah itu, melainkan sekolah mana saja yang siap, ya dipersilakan menerapkannya, apakah siap secara mandiri atau siap berdasarkan penilaian pemerintah," katanya.

Selanjutnya, untuk sekolah-sekolah yang tidak siap akan "disiapkan" oleh pemerintah melalui pendampingan dan pelatihan sampai benar-benar siap. Penyiapan guru dan buku itu merupakan tugas pemerintah.

"Kalau kembali pada Kurikulum 2006 atau KTSP itu justru mundur, karena secara substansi belum tentu lebih baik, lalu butuh waktu lagi untuk melatih guru lagi (dengan KTSP) dan bahkan orang tua harus membeli buku KTSP," kata Nuh.

Menurut dia, Kemendikbud sudah pernah mengadakan UKG (uji kompetensi guru) untuk mengevaluasi penguasaan guru terhadap KTSP itu pada 2012. Ternyata, kata dia, nilai rata-rata adalah 45. Padahal Kurikulum 2006 itu sudah enam tahun berlaku.

"Jadi, kita perlu pelatihan guru lagi, padahal kita sudah melatih guru untuk Kurikulum 2013 dengan nilai UKG pada Kurikulum 2013 itu mencapai 71, meski tentu nilai 40 masih ada, tapi guru dengan nilai di atas 80 juga ada," katanya.

Oleh karena itu, ukuran penguasaan guru terhadap substansi dan metodologi Kurikulum 2013 juga masih lebih baik daripada penguasaan terhadap Kurikulum 2006 (KTSP). Saat itu, UKG dilakukan pada 1,3 juta guru.

"Kita juga sudah merancang solusi untuk penyiapan guru yang nilai UKG-nya tidak bagus atau 40, yakni pendampingan dan klinik konsultasi bagi guru yang mengalami kesulitan itu. Bahkan kita juga sudah merekomendasikan reformasi LPTK sebagai 'pabrik guru'," katanya.

Selain itu, jika kembali pada Kurikulum 2006 (KTSP), ujar Nuh, hal itu akan mengharuskan orang tua untuk membeli buku baru. Padahal, buku-buku Kurikulum 2013 selama ini sudah digratiskan. (baca: Kurikulum Kembali ke 2006, Buku Pelajaran Mesti Beli Lagi?)

"Nanti, mafia buku akan merepotkan masyarakat lagi," katanya.

Ia mengakui bahwa buku Kurikulum 2013 memang ada yang terlambat, tapi pemenuhan atas keterlambatan itu menjadi tugas pemerintah.

"Itu tugas pemerintah, bukan justru dengan cara 'membajak' Kurikulum 2013. Saya kira itu tidak etis secara akademis. Tapi, kalau game politik, ya nggak tahu-lah," kata Nuh.

Ditanya tentang keberatan guru terhadap sistem penilaian Kurkulum 2013 yang naratif atau deskriptif, ia mengatakan, hal itu hanya soal pembiasaan karena hal baru memang membutuhkan pembiasaan.

"Yang penting, penilaian numerik disertai narasi itu lebih objektif karena banyak negara maju atau banyak sekolah berkualitas yang memakai cara itu, sehingga dua anak yang sama-sama memiliki nilai 7 akan diketahui perbedaan dari kekurangan keduanya. Nilainya bisa sama, tapi kekurangannya beda," katanya.

Nuh menambahkan, Kurikulum 2006 (KTSP) juga bukan tanpa masalah, di antaranya pelajaran sejarah untuk SMK tidak ada, jam pelajaran Bahasa Inggris lebih banyak dua kali lipat daripada Bahasa Indonesia, tidak adanya mata pelajaran yang mendorong analisa data (survei TIMMS/PISA), dan sebagainya.

Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Anies Baswedan sebelumnya menginstruksikan sekolah yang belum menggunakan Kurikulum 2013 selama tiga semester untuk kembali ke Kurikulum 2006. (baca: Mulai Semester Genap, Kurikulum 2013 Dihentikan)

Sementara itu, sekolah yang telah menjalankan selama tiga semester diminta tetap menggunakan kurikulum tersebut sembari menunggu evaluasi dari pihak berwenang. (baca: Besok, Surat Edaran untuk Hentikan Kurikulum 2013 Dikirim ke Semua Sekolah)

"Dengan memperhatikan rekomendasi tim evaluasi implementasi kurikulum, maka Kurikulum 2013 dihentikan," kata Anies di Jakarta, Jumat (5/12/2014).

Anies mengatakan, saat ini ada 6.221 sekolah yang sudah pakai Kurikulum 2013 selama tiga semester lebih.

"Mereka akan jadi contoh bagi sekolah yang belum siap," tambah Anies.

Mantan Rektor Universitas Paramadina ini kembali menyinggung soal pelaksanaan Kurikulum 2013 yang dinilai terlalu cepat. Anies pun berharap agar pelaksanaannya yang sudah dievaluasi kali ini bisa berjalan setahap demi setahap.

Sekolah yang dijadikan contoh pun nantinya akan jadi model dalam pelaksanaan Kurikulum 2013 yang ideal bagi sekolah-sekolah lain.
.
.
.
.
.
Sumber: Kompas

Saturday, December 6, 2014

Mendikbud Batalkan Kurikulum 2013, Ketua PGRI: Tepat Sekali

Ketua Umum Pengurus Besar Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) Sulistiyo gembira dengan keputusan Menteri Pendidikan Anies Baswedan yang membatalkan kurikulum 2013. "Keputusan yang sangat tepat. Sebagai pelaku pendidikan, saya menyambut gembira pembatalan kurikulum mentah itu," kata Sulistiyo saat dihubungi, Jumat, 5 Desember 2014.

Menurut dia, kurikulum itu memang belum siap untuk diaplikasikan. "Masalahnya bukan hanya di kesiapan guru dan sekolah, secara substantif kurikulum itu memang banyak salah," katanya. (Baca: Kurikulum 2013 Dibatalkan, Balik ke Kurikulum 2006)

Sulistyo menjelaskan, ada tiga opsi yang dibicarakan Menteri Anies dan para guru dalam evaluasi kurikulum. Pertama, Kurikulum 2013 dicabut sama sekali. Kedua, dilaksanakan hanya di sekolah unggulan yang siap menjalankan. Ketiga, kurikulum tetap dijalankan sambil diperbaiki. "Ternyata opsi kedua yang diambil menteri," katanya. (Baca: Menteri Anies Baswedan Stop Kurikulum 2013)

Menteri Anies membatalkan pelaksanaan Kurikulum 2013 di 211.779 sekolah di seluruh Indonesia dan kembali menerapkan kurikulum 2006. Sementara itu, sebanyak 6.221 sekolah yang sudah menerapkan kurikulum 2013 selama tiga semester diminta untuk terus melanjutkan sebagai percontohan. (Baca: DKI Setuju Menteri Anies Evaluasi Kurikulum 2013)

Anies meyakini penerapan kurikulum 2006 yang lebih matang akan memantapkan kembali kemampuan siswa dan guru. Penarikan kurikulum ini juga sangat diperlukan untuk mengevaluasi dan memperbaiki Kurikulum 2013. (Baca: Kurikulum 2013, Guru Kesulitan Beri Nilai Murid)

Sulistyo berujar, tak akan ada masalah dalam penarikkan buku, walaupun sudah dicetak dan siap didistribusikan. "Mau bagaimana lagi. Harus bersakit-sakit dulu sekarang, agar senang kemudian," kaatnya.
.
.
.
.
Sumber: Tempo

Kurikulum 2013 Resmi Dihentikan, Apa Tanggapan Guru?

Keputusan Kementerian Pendidikan yang menghentikan Kurikulum 2013 menuai berbagai tanggapan dari guru.

"Kemungkinan banyak yang setuju, karena setiap ketemu teman guru banyak yang masih bingung dengan Kurikulum 2013," kata Ignatius Turut, guru SD Tarakanita 4 Pluit dalam acara Hari Untuk Guru (HUG) di TMII, Jakarta, Sabtu.

Kurikulum 2013 tidak hanya memberatkan siswa, tetapi juga memberatkan guru.

"Siswa keberatan dengan materi yang baru, guru juga. Bukan hanya materi tetapi juga masalah penilaiannya, guru jadi banyak pekerjaan," kata Ignatius.

"Sebenarnya kurikulum 2013 itu bagus, siswa punya wawasan luas, tidak hanya satu sumber dari guru, tapi kebanyakan anak-anak belum siap," lanjutnya.

Hal senada juga disampaikan oleh Sugiarto, guru SDN Cideng 02 Pagi, Gambir y,ang menilai siswa belum siap.

"Contohnya anak-anak kelas 1 yang belum lancar membaca, tetap harus didampingi guru. Kalau tidak didampingi guru malah lari-lari, jadi liar," katanya.

"Dengan adanya perubahan, kita guru sebagai pelaksana hanya bisa melaksanakan tupoksi saja," tambahnya.

Menurut Ahmad Solikhin Kepala Sekolah Menteng 01, guru saat ini lebih diorentasikan dengan tugas administratif, sehingga guru hanya bertindak sebagai pengawas.

"Proses penilaian sangat banyak, yang dulu rapor hanya 2 lembar sekarang ada 8 lembar yang diisi dengan penilaian deskriptif. Guru sudah sangat disibukkan dengan penilaian, sehingga nilai dari seorang guru sendiri sudah bergeser, bukan lagi educator, tetapi administrator," kata dia.

Banyaknya penilaian tersebut, menurut Ahmad, justru menyalahi Permendikbud Nomor 66. 

Dengan dibatalkannya Kurikulum 2013, ia menilai harus dievaluasi lagi, tidak generalisasi begitu saja. (Mendikbud: kurikulum tidak akan gonta-ganti)

"Opsinya adalah sekolah yang sudah jalan 3 semester lanjut, yang baru 1 semester kembali (ke Kurikulum 2006). Tapi kita harus lihat di lapangan, yang sudah 3 semester itu bagaimana, sudah bagus atau tidak? Bisa lanjut atau kembali (ke Kurikulum 2006)," ujar dia.

"Kalaupun konsekuen dengan Kurikulum 2013, syaratnya harus diperbaiki, buku-buku harus dilengkapi," pungkasnya.
.
.
.
.
Sumber: Antara

Kurikulum 2013 Dihentikan, Bagaimana Nasib Buku Sekolah?

Penghentian kurikulum 2013 dan pemberlakuan kembali kurikulum 2006 memunculkan persoalan tentang keberadaan buku-buku sekolah. Kontrak kerja sama antara pemerintah tiap daerah dan penerbit buku tentunya juga akan berubah. Bagaimana tanggapan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Anies Baswedan mengenai keputusannya itu?

"Kontrak yang sudah ditanda-tangani, dituntaskan. (Lalu) bukunya disimpan di sekolah. Kontrak yang belum ditanda-tangani, berhenti saja," kata Anies saat ditemui di Gedung Kemendikbud, Jakarta, Sabtu (6/12/2014).

Anies mengatakan, pemerintah daerah banyak yang belum membuat kontrak mengenai buku mata pelajaran. Ia menganjurkan sekolah-sekolah itu tidak usah membuat kontrak lagi.

Terkait putusan pemberhentian kurikulum 2013, Anies menyatakan hal itu mulai berlaku pada awal tahun depan. "Mulai semester genap. Tahun pelajaran 2014-2015, mulai Januari. Pokoknya berhenti," ujar Anies.

Ia menambahkan, sekolah yang telah menggunakan kurikulum 2013 di atas 3 semester akan dijadikan tempat menguji penerapan kurikulum tersebut. Sekolah itu tidak akan kembali ke kurikulum 2006. Namun, jika sekolah merasa tidak siap dan merasa terbebani, maka sekolah tersebut diberi kelonggaran untuk tidak meneruskan kurikulum baru.
.
.
.
.
Sumber: Kompas

Mendikbud Resmi Hentkan Pelaksanaan Kurikulum 2013

Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Anies Baswedan secara resmi menghentikan pelaksanaan Kurikulum 2013. Penghentian pelaksanaan Kurikulum 2013 ini sebagaimana Surat Mendikbud yang ditujukan kepada seluruh Kepala Sekolah Indonesia, dengan Nomor: 179342/MPK/KR/2014 tanggal 5 Desember 2014

Berikut isi Surat tersebut:

Nomor : 179342/MPK/KR/2014 5 Desember 2014
Hal : Pelaksanaan Kurikulum 2013
Yth. Ibu / Bapak Kepala Sekolah
di
Seluruh Indonesia

Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh.

Salam sejahtera bagi kita semua.

Semoga Ibu dan Bapak Kepala Sekolah dalam keadaan sehat walafiat, penuh semangat dan bahagia saat surat ini sampai. Puji dan syukur selalu kita panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Kuasa atas segala limpahan rahmat dan hidayahnya pada Ibu dan Bapak serta semua Pendidik dan Tenaga Kependidikan yang telah menjadi pendorong kemajuan bangsa Indonesia lewat dunia pendidikan.

Melalui surat ini, saya ingin mengabarkan terlebih dahulu kepada Kepala Sekolah tentang Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan terkait dengan pelaksanaan Kurikulum 2013, sebelum keputusan ini diumumkan kepada masyarakat melalui media massa.
Sebelum tiba pada keputusan ini, saya telah memberi tugas kepada Tim Evaluasi Implementasi Kurikulum 2013 untuk membuat kajian mengenai penerapan Kurikulum 2013 yang sudah berjalan dan menyusun rekomendasi tentang penerapan kurikulum tersebut ke depannya.

Harus diakui bahwa kita menghadapi masalah yang tidak sederhana karena Kurikulum 2013 ini diproses secara amat cepat dan bahkan sudah ditetapkan untuk dilaksanakan di seluruh tanah air sebelum kurikulum tersebut pernah dievaluasi secara lengkap dan menyeluruh.

Seperti kita ketahui, Kurikulum 2013 diterapkan di 6.221 sekolah sejak Tahun Pelajaran 2013/2014 dan di semua sekolah di seluruh tanah air pada Tahun Pelajaran 2014/2015. Sementara itu, Peraturan Menteri nomor 159 Tahun 2014 tentang evaluasi Kurikulum 2013 baru dikeluarkan tanggal 14 Oktober 2014, yaitu tiga bulan sesudah Kurikulum 2013 dilaksanakan di seluruh Indonesia.

Pada Pasal 2 ayat 2 dalam Peraturan Menteri nomor 159 Tahun 2014 itu menyebutkan bahwa Evaluasi Kurikulum bertujuan untuk mendapatkan informasi mengenai:
1. Kesesuaian antara Ide Kurikulum dan Desain Kurikulum;
2. Kesesuaian antara Desain Kurikulum dan Dokumen Kurikulum;
3. Kesesuaian antara Dokumen Kurikulum dan Implementasi Kurikulum; dan
4. Kesesuaian antara Ide Kurikulum, Hasil Kurikulum, dan Dampak Kurikulum.

Alangkah bijaksana bila evaluasi sebagaimana dicantumkan dalam pasal 2 ayat 2 dilakukan secara lengkap dan menyeluruh sebelum kurikulum baru ini diterapkan di seluruh sekolah. Konsekuensi dari penerapan menyeluruh sebelum evaluasi lengkap adalah bermunculannya masalah-masalah yang sesungguhnya bisa dihindari jika proses perubahan dilakukan secara lebih seksama dan tak terburu-buru.

Berbagai masalah konseptual yang dihadapi antara lain mulai dari soal ketidakselarasan antara ide dengan desain kurikulum hingga soal ketidakselarasan gagasan dengan isi buku teks. Sedangkan masalah teknis penerapan seperti berbeda-bedanya kesiapan sekolah dan guru, belum meratanya dan tuntasnya pelatihan guru dan kepala sekolah, serta penyediaan buku pun belum tertangani dengan baik. Anak-anak, guru dan orang tua pula yang akhirnya harus menghadapi konsekuensi atas ketergesa-gesaan penerapan sebuah kurikulum. Segala permasalahan itu memang ikut melandasi pengambilan keputusan terkait penerapan Kurikulum 2013
kedepan, namun yang menjadi pertimbangan utama dalam pengambilan keputusan ini adalah kepentingan anak-anak kita.

Maka dengan memperhatikan rekomendasi tim evaluasi implementasi kurikulum, serta diskusi dengan berbagai pemangku kepentingan, saya memutuskan untuk:
  1. Menghentikan pelaksanaan Kurikulum 2013 di sekolah-sekolah yang baru menerapkan satu semester, yaitu sejak Tahun Pelajaran 2014/2015. Sekolah-sekolah ini supaya kembali menggunakan Kurikulum 2006. Bagi Ibu/Bapak kepala sekolah yang sekolahnya termasuk kategori ini, mohon persiapkan sekolah untuk kembali menggunakan Kurikulum 2006 mulai semester genap Tahun Pelajaran 2014/2015. Harap diingat, bahwa berbagai konsep yang ditegaskan kembali di Kurikulum 2013 sebenarnya telah diakomodasi dalam Kurikulum 2006, semisal penilaian otentik, pembelajaran tematik terpadu, dll. Oleh karena itu, tidak ada alasan bagi guru-guru di sekolah untuk tidak mengembangkan metode pembelajaran di kelas. Kreatifitas dan keberanian guru untuk berinovasi dan keluar dari praktik-pratik lawas adalah kunci bagi pergerakan pendidikan Indonesia.
  2. Tetap menerapkan Kurikulum 2013 di sekolah-sekolah yang telah tiga semester ini menerapkan, yaitu sejak Tahun Pelajaran 2013/2014 dan menjadikan sekolah-sekolah tersebut sebagai sekolah pengembangan dan percontohan penerapan Kurikulum 2013. Pada saat Kurikulum 2013 telah diperbaiki dan dimatangkan lalu sekolah-sekolah ini (dan sekolah-sekolah lain yang ditetapkan oleh Pemerintah) dimulai proses penyebaran penerapan Kurikulum 2013 ke sekolah lain di sekitarnya. Bagi Ibu dan Bapak kepala sekolah yang sekolahnya termasuk kategori ini, harap bersiap untuk menjadi sekolah pengembangan dan percontohan Kurikulum 2013. Kami akan bekerja sama dengan Ibu/Bapak untuk mematangkan Kurikulum 2013 sehingga siap diterapkan secara nasional dan disebarkan dari sekolah yang Ibu dan Bapak pimpin sekarang. Catatan tambahan untuk poin kedua ini adalah sekolah yang keberatan menjadi sekolah pengembangan dan percontohan Kurikulum 2013, dengan alasan ketidaksiapan dan demi kepentingan siswa, dapat mengajukan diri kepada Kemdikbud untuk dikecualikan.
  3. Mengembalikan tugas pengembangan Kurikulum 2013 kepada Pusat Kurikulum dan Perbukuan, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI. Pengembangan Kurikulum tidak ditangani oleh tim ad hoc yang bekerja jangka pendek. Kemdikbud akan melakukan perbaikan mendasar terhadap Kurikulum 2013 agar dapat dijalankan dengan baik oleh guru-guru kita di dalam kelas, serta mampu menjadikan proses belajar di sekolah sebagai proses yang menyenangkan bagi siswa-siswa kita..
Kita semua menyadari bahwa kurikulum pendidikan nasional memang harus terus menerus dikaji sesuai dengan waktu dan konteks pendidikan di Indonesia untuk mendapat hasil terbaik bagi peserta didik. Perbaikan kurikulum ini mengacu pada satu tujuan utama, yaitu untuk meningkatkan mutu ekosistem pendidikan Indonesia agar anak-anak kita sebagai manusia utama penentu masa depan negara dapat menjadi insan bangsa yang: (1) beriman dan bertakwa kepadaTuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, mandiri, demokratis, bertanggung jawab; (2) menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi; dan (3) cakap dan kreatif dalam bekerja. Adalah tugas kita semua untuk bergandengan tangan memastikan tujuan ini dapat tercapai, demi anak-anak kita

Pada akhirnya kunci untuk pengembangan kualitas pendidikan adalah pada guru. Kita tidak boleh memandang bahwa pergantian kurikulum secara otomatis akan meningkatkan kualitas pendidikan. Bagaimanapun juga di tangan gurulah proses peningkatan itu bisa terjadi dan di tangan Kepala Sekolah yang baik dapat terjadi peningkatan kualitas ekosistem pendidikan di sekolah yang baik pula. Peningkatan kompetensi guru, kepala sekolah dan tenaga kependidikan akan makin digalakkan sembari kurikulum ini diperbaiki dan dikembangkan.

Pada kesempatan ini pula, saya juga mengucapkan apreasiasi yang setinggi-tingginya atas dedikasi yang telah Ibu dan Bapak Kepala Sekolah berikan demi majunya pendidikan di negeri kita ini. Dibawah bimbingan Ibu dan Bapak-lah masa depan pendidikan, pembelajaran, dan pembudayaan anak-anak kita akan terus tumbuh dan berkembang. Semoga berkenan menyampaikan salam hangat dan hormat dari saya kepada semua guru dan tenaga kependidikan di sekolah yang dipimpin oleh Ibu dan Bapak. Bangsa ini menitipkan tugas penting dan mulia pada ibu dan bapak sekalian untuk membuat masa depan lebih baik. Semoga Tuhan Yang Maha Esa selalu melindungi kita semua dalam upaya meningkatkan mutu pendidikan dan kebudayaan nasional.

Wassalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh.
Jakarta, 5 Desember 2014
Menteri Pendidikan dan Kebudayaan,
Anies Baswedan

Monday, December 1, 2014

Mendikbud: Pendidik Wajib Baca Buku Ki Hajar Dewantara

Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Anies Baswedan mewajibkan kalangan pendidik yang ada di Tanah Air untuk membaca buku yang ditulis Bapak Pendidikan Nasional Ki Hajar Dewantara.

"Jika kita sering menyebut sistem pendidikan yang diterapkan di Finlandia hebat, jauh sebelum itu pada 1930 konsep yang diterapkan disana telah ditulis oleh Ki Hajar Dewantoro dalam bukunya," kata Anies di Jakarta, Senin.

Ia menyampaikan hal itu saat bersilaturahim dengan sekitar 650 kepala dinas pendidikan provinsi, kabupaten dan kota se-Indonesia di Aula Ki Hajar Dewantara Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.

Menurut Anies konsep pendidikan yang dijalankan di Finlandia sudah lama ditulis oleh Ki Hajar Dewantara, namun di Indonesia tidak dibaca, sementara di Finlandia malah dipraktikan.

"Kita semua melupakan apa yang ditulis Ki Hajar Dewantara, salah satunya pendidikan itu adalah sesuatu yang menyenangkan makanya lembaga pendidikannya diberi nama taman artinya tempat yang membahagiakan," kata dia.

Oleh sebab itu sebenarnya kita tidak perlu mengadopsi konsep yang diterapkan Finlandia karena mereka mempraktikan apa yang telah ditulis oleh bapak pendidikan nasional Ki Hajar Dewantara.

Anies kemudian bertanya kepada sekitar 650 hadirin yang hadir siapa yang sudah membaca buku Ki hajar Dewantoro dan ternyata hanya satu orang saja yang mengacungkan tangan mengaku sudah membaca. Ia berencana akan menghubungi Taman Siswa untuk meminta agar buku Ki Hajar Dewantara di cetak ulang dan jika tidak bisa Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan akan mencetaknya.

Anies mengatakan begitu banyak hal yang dapat diambil dalam buku itu untuk diterapkan guna memperbaiki kualitas pendidikan.

Kita sering menggunakan kata Tut Wuri Handayani (mendorong dan memotivasi dari belakang), "Ing Ngarso Sun Tulodo "(menjadi suri tauladan)," In Madyo Mbangun Karso" (berbaur dan berinovasi) namun dalam praktik keseharian dilupakan, kata dia. 

Oleh sebab itu semua harus kembali menjadikan apa yang ditulis Ki Hajar Dewantara sebagai rujukan dan wujud tanggung jawab selaku pendidik, katanya.

Anies menepis pandangan yang mengatakan mengkultuskan buku tersebut, namun ia mengatakan kalau tidak menjadikan buku itu sebagai rujukan arah dunia pendidikan Indonesia hendak dibawa kemana.
.
.
.
.
Sumber: Antara

Muhammad Kalend Osen, Si Pendiri "Kampung Inggris"

Pernahkah Anda mendengar sebutan kampung bahasa Inggris? Kampung yang berada di Kecamatan Pare, Kabupaten Kediri, Jawa Timur itu sangat identik dengan sosok Muhammad Kalend Osen. Bagaimana kiprahnya? Sebuah plang bertuliskan ”Kampung Bahasa” terpasang di gang masuk Jalan Anyelir, Dusun Singgahan, Desa Palem, Kecamatan Pare. Sekitar 300 meter dari perempatan jalan tersebut terdapat sebuah lembaga kursus dengan nama Basic English Course (BEC).

Tempat kursus yang didirikan Muhammad Kalend Osen sekitar 33 tahun silam inilah yang menjadi embrio munculnya sebutan kampung bahasa Inggris di dusun itu. Selama ini sebutan kampung bahasa Inggris sangat populer di masyarakat. Bahkan, kampung bahasa Inggris tersebut sudah terkenal hingga ke berbagai penjuru negeri ini, bahkan luar negeri.

Anda jangan lantas membayangkan di sana seluruh warga masyarakatnya berkomunikasi dengan bahasa Inggris. Sebutan kampung bahasa Inggris muncul begitu saja dari mulut ke mulut. Tidak ada yang tahu kapan awal munculnya sebutan itu, entah siapa pula yang memulai menamainya. Sebutan itu lantaran banyaknya tempat kursus bahasa Inggris yang berdiri di Kecamatan Pare, terutama di Desa Palem dan Tulungrejo.

”Saya sendiri kurang setuju dengan sebutan itu.Itu akibat berita yang tidak benar.Itu menipu,”ujar pria yang akrab dengan sebutan Mr Kalend ini. Bapak tiga anak ini juga tidak lantas melarang orang untuk menggunakan sebutan kampung bahasa Inggris untuk menggambarkan menjamurnya lembaga kursus bahasa Inggris di dusun itu. Sebagian orang,terutama pelajar, bahkan memilih menyebut daerah itu sebagai English village. ”Analisis orang beda-beda,” katanya. Sebutan itu juga muncul lantaran di dusun itu rata-rata rumah warganya dimanfaatkan untuk rumah kos. Penghuninya adalah para pelajar yang sedang belajar bahasa Inggris.

Jumlahnya ribuan orang dari tahun ke tahun. Sebagai gambaran, siswa yang belajar di BEC saja saat ini ada sekitar 850 siswa. Belum lagi siswa di tempat kursus lain. Atmosfer kampung bahasa Inggris itu semakin terasa karena hampir seluruh rumah warga yang disewakan untuk rumah kos masing-masing menggunakan nama yang diambilkan dari namanama bule.Ada White House,Red House, Philadelphia, Green House, Newcastle House,Vampire House,dan berbagai nama asing lain. Pemilihan Kalend Osen sebagai tokoh pendidik teladan hingga mendapatkan penghargaan People of The Year (POTY) 2009 dari Seputar Indonesia bukan tanpa alasan.Selain karena konsistensinya selama bertahun-tahun memasyarakatkan bahasa Inggris, menjamurnya lembaga kursus bahasa Inggris di wilayah Pare yang memberikan multiplier effectluar biasa, tak lepas dari sepak terjangnya.

Dari sisi ekonomi,Dusun Singgahan yang semula warganya hanya mengandalkan hidup dari bercocok tanam di sawah, kini bisa mendapatkan berkah dari banyaknya lembaga kursus yang ada. Bermula dari adanya BEC, akhirnya muncul lembaga kursus serupa yang begitu banyak. Kemudian banyaknya rumah kos,warung, toko buku, dan berbagai usaha lain sebagai imbas dari berdirinya lembaga kursus BEC. Secara tidak langsung,warga sekitar sangat merasakan manfaat dari sisi ekonomi.

”Jelas membawa berkah.Sangat membantu,”ujar Wiyoto Asmo Jhon, warga Purwodadi, Jawa Tengah, seorang alumni BEC yang akhirnya menetap di Dusun Singgahan dengan membuka toko buku dan menjual beragam kebutuhan pokok sehari-hari di sana. Ungkapan senada dilontarkan Yuniati, peternak lebah madu yang tak jauh dari BEC. ”Banyak sekali siswa yang membeli madu di tempat saya,” ujar perempuan asal Yogyakarta ini. Lebih dari itu, sebagian besar pendiri lembaga kursus bahasa Inggris yang ada di kawasan Pare adalah lulusan BEC, walau tidak semua.

Bahkan tidak sedikit pula lulusan BEC yang berasal dari luar daerah atau luar pulau yang akhirnya mendirikan lembaga kursus serupa di daerah masing-masing setelah mengenyam pendidikan singkat di BEC, yang umumnya ditempuh selama enam bulan. Tidak hanya itu,kini dengan adanya program rintisan sekolah berstandar internasional (RSBI) yang digagas pemerintah,cukup banyak guru dari berbagai daerah yang mengambil kursus singkat satu bulan di BEC,training system(TS). Ini karena RSBI mengharuskan siswa dan gurunya berbahasa Inggris dalam proses belajar dan mengajar. Demikianlah multiplier effect dari berdirinya BEC yang dirintis Kalend Osen pada 1976 silam itu. Berawal dari Dusun Singgahan itu lahir ribuan orang dari berbagai penjuruTanah Air yang akhirnya bisa ber-cas cis cus dengan bahasa Inggris. Sejak berdiri hingga sekarang, BEC telah meluluskan 16.285 lulusan.

Perjalanan Panjang Kesuksesan pria kelahiran Kutai Kartanegara, Provinsi Kalimantan Timur, 20 Februari 1945 itu bersama BEC tentu tidak datang begitu saja. Perjuangan panjang tanpa lelah dilalui bapak tiga anak itu selama puluhan tahun. Pria yang rambutnya mulai memutih ini semula tak pernah membayangkan bakal bisa meraih kesuksesan sebesar ini. ”Ini sudah jauh melebihi harapan saya,” ungkapnya. Kalend lantas bercerita awal mula kiprahnya di Pare, Kediri.

Saat itu,sekitar tahun 1976,Kalend datang ke Dusun Singgahan untuk berguru kepada KH Ahmad Yazid (almarhum), tokoh agama setempat yang saat itu menjadi pengasuh masjid dan Pondok Darul Falah. Selain pengetahuan agamanya yang luas, Kiai Yazid, tutur Kalend, juga menguasai sembilan bahasa asing. Sebelum merantau ke Pare, Kalend pernah belajar di Pondok Pesantren Modern Darusssalam, Gontor, Ponorogo, Jawa Timur.

Di sana,Kalend tidak sampai lulus.Dia hanya mengenyam pendidikan hingga kelas lima Kuliatul Muallimin Al Islamiyah (setingkat kelas dua SMA).Saat itu usia Kalend sekitar 31 tahun,siswa tertua di kelasnya. Sebelum masuk Pesantren Gontor pada 1971, Kalend sudah berprofesi sebagai guru di tanah kelahirannya, mulai 1966–1967. Profesi itu dijalaninya hanya dengan bekal ijazah pendidikan guru agama (PGA),walau hanya sampai kelas empat (setara kelas satu SMA).

Profesi sebagai guru di Kalimantan tidak membuatnya puas untuk menimba ilmu.Hingga pada usia 27 tahun dia memilih melanjutkan pendidikan di Pulau Jawa. ”Saya ingin revolusi hidup,”begitu tekad Kalend ketika pertama kali melangkahkan kakinya meninggalkan Pulau Borneo saat itu. Di emperan Masjid Darul Falah itulah Kalend memulai kiprahnya sebagai guru bahasa Inggris. Itu pun dijalaninya tanpa sengaja. Dia lantas bercerita,saat itu ada dua mahasiswa semester akhir IAIN Sunan Ampel, Surabaya,yang datang ke Pare untuk berguru kepada Kiai Yazid. Kedua mahasiswa itu hendak menjalani ujian akhir bahasa Inggris di kampusnya untuk mendapatkan gelar sarjana. Namun saat itu Kiai Yazid sedang keluar daerah, padahal ujian akhir tinggal lima hari lagi.

Akhirnya istri Kiai Yazid menyarankan dua mahasiswa itu untuk belajar bahasa Inggris kepada Kalend.” Cobalah belajar kepada Pak Kalend. Dia pernah di Gontor,dia pasti bisa,” ujar Kalend menirukan saran istri Kiai Yazid kepada dua mahasiswa itu. Kalend pun memberanikan diri untuk mengajar dua mahasiswa itu,walau dia belum pernah mengenyam bangku kuliah. Akhirnya keduanya belajar bahasa Inggris bersama Kalend di emperan Masjid Darul Falah selama lima hari untuk membahas 350 soal yang menjadi acuan untuk ujian bahasa Inggris dua mahasiswa itu.

Berbekal pelajaran dari Kalend, kedua mahasiswa itu lulus dan menyandang gelar sarjana. Setelah ujian di IAIN Sunan Ampel Surabaya, keduanya kembali berguru kepada Kalend. Kisah sukses kedua mahasiswa itu lantas menyebar. Sejak saat itu banyak santri yang berguru kepada pria yang juga hobi bermain tenis meja ini. Hingga akhirnya Kalend mendirikan lembaga kursus yang diberi nama BEC,yang pada awalnya juga masih di serambi masjid. Pesertanya pun hanya remaja sekitar dan tanpa biaya. Meski begitu,setiap bulan anak didiknya selalu memberikan uang sekadarnya kepada Kalend sebagai ungkapan terima kasih dunia pendidikan di Indonesia tentu tak asing lagi dengan Muhammad Kalend Osen. Mantan santri Pondok Pesantren Gontor itu adalah pendiri Basic English Course (BEC). 

Kalend mendirikan BEC di Dusun Singgahan, Desa Palem, Kecamatan Pare, Kediri, Jawa Timur. Lembaga kursus bahasa Inggris yang didirikan pria berdarah Kalimantan Timur itu kelak menjadi cikal bakal lahirnya "Kampung Inggris" di Kabupaten Kediri. Satu kalimat yang memotivasinya saat meninggalkan tanah Borneo sangat sederhana. "Saya ingin revolusi hidup," ujar Kalend yang saat itu berusia 27 tahun. Motivasi itu berbuah kerja keras dan hasil yang mengagumkan. Terbukti, saat ini lulusan BEC mencapai 16.285 orang.

-------------
Biodata Kalend Osen:
  • Nama: Muhammad Kalend Osen
  • Lahir: kutai Kartanegara 20 Februari 1945
  • Isrti : Siti Fatimah
  • Anak: Muhammad Syamurrijal, Nur Halimah, Muhammad Fuad
Pendidikan:
  • Sekolah Rakyat (SR) Sebulu, kutai Kaltim (1960)
  • PGA Tenggarong kutai (1964)
  • Kullitatul Mu’alimin Al islamiyah (KMI) Gontor (sampai kelas lima)

.
.
.
.
Sumber: Berbagai sumber

Saturday, November 29, 2014

Permainan Tradisional Mampu Redam Sifat Hiperaktif Anak

Mahasiswa Program  Studi MID (Manajemen Informasi dan Dokumen) Vokasi Universitas Indonesia mengadakan kegiatan Kampung Main agar anak-anak memiliki mental yang sehat sekaligus mengenal budaya Indonesia sejak dini.

Kegiatan yang dilaksanakan kedua kalinya ini mengajak 150 orang anak warga di halaman Masjid Al-Furqon Kukusan Teknik Depok untuk bermain bersama. 

“Kegiatan ini berlangsung selama lima jam dan melibatkan secara aktif mahasiswa dan masyarakat,” ujar salah satu panitia, Malini, Ahad (30/11).

Pengamat budaya dan komunikasi sosial UI Devie Rahmawati mengapresiasi inisiatif para mahasiswa. Kampung Main, menurutnya, bisa meningkatkan konsentrasi anak dan mencegah mereka dari aksi hiperaktif sebagai salah satu pemicu kekerasan.

Berdasarkan data Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), sepanjang 2013 kasus kekerasan antaranak meningkat sebesar 20% dari tahun sebelumnya. 

“Salah satu penyebabnya karena dipicu oleh tingginya konsumsi anak pada gadget yang menurut banyak ahli mampu meningkatkan agresifitas anak,” cetus Devie. 

‘Anak-anak harus kembali diperkenalkan dengan permainan tradisional yang sarat dengan aktivitas fisik luar ruang sekaligus membangun identitas baru anak Indonesia, sebagai anak yang berbudaya,” urai Devie.

Ada beberapa kegiatan yang dilakukan, yaitu mendongeng, bermain dengan beberapa permainan tradisional seperti congklak, gobak sodor, kucing dan tikus, ular naga, injit-injit semut, bekel, dan petak jongkok.

Serta mengenalkan budaya Indonesia secara visual melalui tampilan video yang mudah dimengerti oleh khalayak. Khusus untuk permainan tradisional yang akan dimainkan, ujar Malini, beragam filosofi terkandung dalam permainan-permainan tersebut. 

Congklak, misalnya mengajarkan tentang berhitung, melatih kesabaran, dan kecermatan. Gobak Sodor mengedepankan bagaimana bekerja dalam tim untuk meraih satu tujuan.
.
.
.
.
Sumber: ROL

Monday, November 24, 2014

Pemerintah Tetapkan 25 Desember sebagai Hari Guru Nasional

Pemerintah Republik Indonesia menetapkan tanggal 25 November sebagai Hari Guru Nasional yang tertuang dalam Keputusan Presiden Nomor 78 Tahun 1994 yang dikuatkan oleh Undang-undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen dan Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2008 tentang Guru. Tanggal tersebut juga merupakan hari lahirnya Persatuan Guru Indonesia (PGRI). 

Ketua Umum Pengurus Besar PGRI Dr Sulistiyo pada sambutannya mengatakan, guru merupakan pendidik profesional dengan tugas utamanya mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, serta mengevaluasi peserta didik pada jenjang pendidikan anak usia dini, dasar, dan menengah. 

"Aktualitas fungsi guru sebagai tenaga profesional adalah prasyarat untuk meningkatkan kualitas proses dan luaran pembelajaran," ujar Sulistiyo di Jakarta, Senin (24/11/2014). 

Sebagai tenaga profesional, lanjut Sulistiyo, guru berperan mewujudkan tujuan pendidikan nasional. Tujuan pendidikan nasional itu sendiri adalah mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, serta menjadi warga negara yang demokratis dan bertanggung jawab. 

"Kemajuan suatu bangsa tergantung pada besarnya perhatian dan upaya bangsa dalam mendidik generasi muda. Jika anak bangsa memperoleh kesempatan seluas-luasnya untuk mengembangkan bakat dan kecakapannya, mendalami pengetahuan, serta mengembangkan disiplin, watak, kepribadian dan keluhuran budinya, maka bisa dikatakan bangsa tersebut akan memiliki masa depan cerah," ujarnya. 

Senada dengan Sulistiyo, Direktur Jenderal Pendidikan Islam, Prof Phil. H. Kamarudin Amin, menambahkan bahwa saat ini diperlukan berbagai upaya untuk meningkatkan profesionalitas guru. Dia mengatakan, pendidikan pada hakikatnya berlangsung seumur hidup, bersifat semesta dan menyeluruh. 

"Maka, keberadaan dan peran guru sangat menentukan keberhasilan mutu sistem dan hasil pendidikan," kata Kamarudin.
.
.
.
.
Sumber: Kompas

Desember depan, Pemerintah Putuskan Kurikulum 2013 Dilanjutkan, Direvisi, atau Dihentikan

Menteri Pendidikan Dasar-Menengah dan Kebudayaan (Mendikdasmenbud) Anies Baswedan menyatakan, keputusan atas hasil evaluasi terhadap Kurikulum 2013 akan dilakukan pada Desember 2014.

"Insya-Allah, bulan depan (Desember) sudah selesai dan ada keputusan, apakah dilanjutkan, dilanjutkan dengan koreksi, atau harus ditunda," kata Anies di sela menghadiri 'Leader for Change Program' BEM Universitas Airlangga (Unair) Surabaya, Minggu (23/11/2014), seperti dikutip Antara.

Anies mengibaratkan kurikulum sebagai hal yang berbeda sama sekali dengan bahan bakar minyak (BBM).

"Kalau BBM itu sekarang diumumkan naik, maka esoknya sudah dapat dilaksanakan secara langsung (harga naik), tapi kalau kurikulum itu bukan seperti BBM. Kalau nanti ditunda, maka kita akan pakai dulu Kurikulum 2006 (KTSP)," katanya.

Namun, kata Anies, pihaknya akan mengambil keputusan secara hati-hati, karena keputusan itu menyangkut jutaan siswa dan ratusan ribu guru.

"Ibaratnya, pelaksanaan Kurikulum 2013 itu terlalu prematur," katanya.

Menurut dia, Kurikulum 2013 itu dalam praktiknya memang diberlakukan pada 6.400 dari 218.000 sekolah. "Implementasi itu sebenarnya untuk bisa mendapatkan masukan, tapi justru langsung dipraktikkan, sehingga ada masalah," katanya.

Ibaratnya, Kurikulum 2013 itu masih prematur, akibat proses pematangan yang belum selesai, tapi pelaksanaan kurikulum itu sudah dipaksakan.

"Karena itu, kami melakukan evaluasi, apakah bisa dilanjutkan, diperbaiki, atau ditunda," katanya.

Dalam evaluasi itu, penggagas Indonesia Mengajar itu membentuk tim evaluasi yang terdiri atas para guru, pakar kurikulum, dan manajemen pendidikan.

"Sekarang, beberapa guru mengeluh dengan Kurikulum 2013 itu, karena bahan ajar belum ada, sistem penilaian yang membutuhkan kesiapan dari guru, dan sebagainya. Kasihan, guru-guru itu memiliki beban ajar, karena di rumah masih harus melakukan penilaian," katanya.

Di hadapan 100 peserta "Leader of Change Program 2014" itu, Anies yang juga mantan Rektor Universitas Paramadina itu menyatakan bahwa dirinya ingin menciptakan proses pembelajaran yang menyenangkan dan menghasilkan para pembelajar.

"Pembelajar itu merupakan orang yang mengalami dan bukan sekadar menjalani. Pembelajar itu selalu belajar dari pengalaman, tidak terpaku pada program, dan berpikir kreatif, karena itu pendidikan harus mengarah ke sana," katanya.
.
.
.
.
Sumber: Kompas

Saturday, November 22, 2014

Tiga Hal Keunggulan Madrasah dari Sekolah Umum

Kementerian Agama menyatakan, Madrasah bukan lagi sekolah alternatif bagi sekolah umum. Indikasi kelulusan, animo masyarakat dan banyaknya prestasi yang sudah diraih membuat masyarakat mampu bersaing dengan sekolah umum.

Kemenag menyebut ada tiga standar ukuran yang menunjukkan kemajuan madrasah dibanding sekolah umum. “Indikasi kelulusan, animo pendaftaran dan prestasi dalam berbagai kompetisi,” ujar Direktur Jendral Pendidikan Islam, Kamaruddin Amin kepada Republika, Selasa (18/11).

Kamarul mengatakan, jumlah kelulusan sekolah Madrasah sangat baik di banding sekolah umum. Dia menyebut, indikasi kelulusan ujian nasional Madrasah tidak kalah dengan sekolah umum di tingkat nasional. 

“Bahkan pada tahun 2013 dan 2014, di tingkat sekolah menengah, jumlah kelulusan MTS (Madrasah Tsanawiyah) secara nasional lebih bagus lebih bagus dari pada SMP (Sekolah Menengah Pertama). Memang MA sedikit di bawah SMA, kelulusannya,” ujar dia.

Di samping itu, animo masyarakat untuk mendaftarakan anaknya di madrasah juga sangat banyak. Sehingga berbagai madrasah negeri, kewalahan menolak calon siswa yang tidak lolos ujian masuk sekolah. “Madrasah negeri khususnya hanya menerima 20 sampai 30 persen dari pendaftarnya. Jadi di seluruh Indonesia, MAN, MTs Negeri dan Madrasah Ibtidaiyah Negeri menolak rata-rata 80 persen dari pendaftar,” kata dia.

Selain itu, dari segi prestasi, Madrasah memiliki pencapaian yang cukup cemerlang. Madrasah menunjukkan kualitasnnya dalam meraih juara di berbagai kompetisi baik ditingkat nasional ataupun internasional.

“Madrasah memiliki prestasi baik di tingkat nasional hingga internasional. Misalnya, madrasah bisa jadi pemenang olimpiade kimia, fisika,  matematika dan seterusnya. Itu banyak sekali pemenang dari madrasah kita. Khususnya dari MAN Insan Cendekia,” ujar dia.

Saat ini MAN Insan Cendekia berjumlah 20 sekolah di seluruh Indonesia. Kamarun mengatakan bahwa Kemenag akan terus menambah jumlah MAN Insan Cendekia. “Kita targetkan di setiap provinsi ada satu Man Insan Cendekia,” pungkas dia.
.
.
.
.
Sumber: ROL

Menristek Dikti Ubah Kopertis untuk Layani PTN-PTS

Menteri Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi Muhammad Nasir mengatakan, akan mengubah Koordinator Perguruan Tinggi Swasta menjadi Lembaga Layanan Pendidikan Tinggi untuk melayani perguruan tinggi negeri dan perguruan tinggi swasta.

"Saya akan ubah Kopertis pada 2015 agar menjadi lembaga yang melakukan pelayanan tanpa membedakan perguruan tinggi negeri atau swasta, dan waktu pelayanan juga mulai dari Senin hingga Jumat," katanya di Surabaya, Sabtu (22/11).

Di hadapan peserta Dies Natalis ke-37 dan wisuda 670 mahasiswa Universitas Sunan Giri (Unsuri) di Islamic Centre Surabaya, ia menjelaskan restrukturisasi Kopertis itu juga akan memungkinkan Kopertis yang semula hanya bersifat koordinatif akan bisa melakukan eksekusi.

"Lembaga itu juga akan mendorong adanya pembinaan PT besar kepada PT kecil, sehingga semua PT akan berkembang. Pembinaan akan dibiayai dengan dana negara," katanya didampingi Ketua Yayasan Unsuri Musyaffak Rouf dan Rektor Unsuri Prof Dr Soenarjo.

Nasir menegaskan bahwa pemerintah adalah pelayan, karena itu pihaknya akan memberi pelayanan yang sama, baik negeri (PTN) maupun swasta (PTS), karena sama-sama anak bangsa.

"PTN/PTS adalah tulang punggung kemajuan bangsa dalam MEA 2015, karena itu negara akan melayani semuanya sesuai kemampuan, baik fasilitas maupun beasiswa. Silakan mengajukan untuk beasiswa S2 dan S3, kita ada dana besar untuk beasiswa di luar dan di dalam negeri," katanya.

Dalam acara yang juga dihadiri ribuan wali mahasiswa, Ketua DPRD Jatim Abdul Halim Iskandar, Sekretaris PWNU Jatim Dr Akhmad Muzakki dan perwakilan dari Dinas Pendidikan Jatim, ia mengatakan tantangan berat pada 2015 adalah sumberdaya manusia.

"Karena itu, wisudawan harus meningkatkan kemampuan untuk mengantisipasi persaingan global mulai tahun 2015 itu. Bagi wisudawan, hari ini bukan akhir tapi awal dari tantangan baru. Saya berharap Unsuri bisa menjadi 'leader' di lingkungan perguruan tinggi dalam naungan NU," katanya.

Namun, ia mengaku miris masih banyak PT milik NU yang sampai kini masih belum berkembang. Banyak kampus NU yang masih terakreditasi B. "Karena itu, mari berlari dengan cepat agar perguruan tinggi NU ke depan lebih maju," katanya.

Secara terpisah, Ketua Yayasan Unsuri Musyaffak Rouf mengatakan Unsuri siap mengawal pemisahan pendidikan tinggi (dikti) dengan pendidikan dasar dan menengah (dikdasmen) dalam Kabinet Kerja saat ini.

"Bahkan, Unsuri akan mengusulkan penyesuaian UU Sisdiknas dengan perubahan mendasar terkait pemisahan itu. Selain itu, kita juga mendukung kalau Menristek-Dikti tidak membedakan PTN/PTS, karena PTN dan PTS sama-sama berjuang untuk bangsa ini, bahkan anak-anak orang miskin banyak memilih PTS," kata Musyaffak.
.
.
.
.
Sumber: ROL

Menabung Sampah Untuk Pendidikan Dini

Setiap pagi, puluhan anak-anak mendatangi sebuah PAUD di Kp Batukasur Rt 01/10, Desa Panundaan, kecamatan Ciwideuy. Tampak ada sesuatu yang berbeda dari anak-anak yang juga ditemani oleh orang tua mereka. Tidak hanya menjinjing tas yang berisikan buku dan alat tulis, tapi juga mereka menenteng botol-botol plastik bekas kedalam PAUD tersebut.

Penasaran dengan tingkah anak-anak itu, Republika mencoba mendatangi PAUD yang sudah berdiri sejak 2010 tersebut. Ketika menyaksikan lebih jelas ke dalam PAUD, ternyata anak-anak tersebut sedang menyetorkan botol-botol bekas itu kepada Guru mereka.

Satu persatu murid-murid tersebut memberikan botol-botol baik yang berukuran kecil maupun besar. Botol-botol terebut kemudian diberikan nama-nama murid dengan sebuah spidol berwarna hitam, untuk yang memberikan sampah anorganik tersebut. Ternyata, sampah-sampah tersebut dikumpulkan untuk memenuhi kebutuhan anak-anak murid maupun sekolah, terutama bagi anak-anak kurang mampu.

"Intinya untuk pemanfaatan barang bekas, selain untuk kerajinan bisa juga untuk bakti sosial seperti anak kurang mampu, sehingga tidak pakai uang bayarnya. Selain itu juga untuk keperluan sekolah" kata Elis, Guru sekaligus Pembina PAUD Melati kepada Republika, Kecamatan Ciwideuy, Kabupaten Bandung, Kamis (20/11).

Elis mengatakan, ide tersebut berawal saat dirinya sedang meminta sumbangan kepada orang tua murid maupun donator, mengingat banyak murid yang tidak mampu di PAUD tersebut. Karena sebelumnya apabila ada anak yang kurang mampu dan tidak bisa bayar sekolah, Elis keliling kampung mendatangi warga yang dianggap mampu, namun hal tersebut dirasa Elis terlihat seperti mengemis.

Itupun, kata Elis, tidak semua orang yang diminta sumbangan memberikan bantuan. Justru malah banyak juga yang tidak bayar.Sehingga membuat Elis untuk mencari alternative pembiayaan lain. Kebetulan pada saat meminta sumbangan, ada orang yang memang mengelola bank sampah menawarkan kerjasama. Jadi orang tua murid yang mengumpulkan sampahnya, pihak sekolah hanya tinggal menerima uang saja. ‘’Gimana bu kalau ada program tabungan sampah. Disosialisasikan ke orang tua murid, dan responnya alhamdulilah bagus,’’ jelas Elis. (ROL)

Thursday, November 13, 2014

Kegiatan Pembelajaran di Sekolah Harus Menyenangkan

Menteri Kebudayaan dan Pendidikan Dasar dan Menengah, Anies Baswedan mengatakan bahwa penerapan pengajaran pendidikan sekolah di Indonesia haruslah menyenangkan. "Jika belajar itu menyenangkan maka ilmu itu akan mudah diserap," kata Anies Baswedan di Jakarta, Kamis (13/11).

Ia menjelaskan hal tersebut bukan pada perubahan kurikulum tetapi situasi pengajaran di kelas yang perlu disesuaikan.
Menurutnya pendidikan yang bisa berlangsung dua arah antara pengajar dan pendidik di dalam kelas, membuat komunikasi guru-murid menjadi lebih baik.

"Kalau sistem pengajaran dalam kelas itu pintarnya guru dan murid berdiskusi saja, jangan didikte terus," ujar Anies. Ia mencontohkan pendidikan juga bisa didapat dari film, karena menurutnya anak-anak menyukai cerita.

Anies menjelaskan kurikulum belum akan diubah-ubah dalam waktu dekat, hanya cara pengajaran yang perlu diperbaiki. "Nanti akan ada sosialisasi kepada guru-guru untuk menerapkan inovasi cara-cara pengajaran yang lebih membekas pada anak-anak," kata Anies.

Sebelum, Menteri Kebudayaan dan Pendidikan Dasar dan Menengah Anies Baswedan juga mengajak semua orang untuk mendatangi para guru mereka pada peringatan Hari Guru 25 November. Ia mengatakan, untuk membawa pendidikan sebagai sebuah gerakan bersama akan mulai dilakukan pada peringatan Hari Guru.

Pada Hari Guru, Anies mengajak semua pihak untuk mengunjungi guru yang pernah mengajari masing-masing orang. Ia mengungkapkan rencana itu pada acara internal di kementeriannya. "Kapan terakhir kali kita mengunjungi guru SD, lama sekali mungkin. Penghormatan pada guru harus mulai kita lakukan saat ini," ucapnya.

Anies juga mencontohkan hal tersebut dengan mendatangi guru SD dan SMP yang pernah mengajarnya, pekan lalu di Yogyakarta. Ia mendatangi SD Percobaan 2 dan SMP Negeri 5 Yogyakarta untuk menemui guru dan mengucapkan terima kasih kepada mereka. (ROL)

Tuesday, November 11, 2014

Bahasa Indonesia Siap Jadi Bahasa Resmi ASEAN

Menjelang diberlakukannya Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) pada 2015 mendatang, Bahasa Indonesia diyakini sangat berpeluang menjadi bahasa resmi ASEAN. Seperti halnya Bahasa kata Rektor Universitas Muhammadiyah Malang (UMM), Muhadjir Effendy, menjadi bahasa resmi Uni Eropa.    

Muhadjir menuturkan, saat ini ASEAN dihuni sekitar 626 juta jiwa, yang 150 juta jiwa di antaranya adalah masyarakat Indonesia. Kondisi ini menandakan bahwa pengguna Bahasa Indonesia  menjadi yang terbanyak dibandingkan negara lainnya di ASEAN. Dengan pertimbangan tersebut, bagi Muhadjir, MEA akan sulit berjalan dengan baik jika tidak ada kesepakan tentang bahasa bersama yang akan digunakan.

Dalam konteks ini, menurutnya, yang paling berpeluang menjadi bahasa resmi ASEAN yaitu Bahasa Indonesia dan Bahasa Melayu, karena kedua bahasa ini memiliki jumlah penutur terbanyak. “Karena itu UMM sangat mendorong internasionalisasi bahasa Indonesia, di antaranya melalui kebijakan mewajibkan setiap mahasiswa asing yang kuliah di UMM agar bisa berbahasa Indonesia dengan mahir,” terang Muhadjir pada pembukaan Seminar Internasional Politik Bahasa Indonesia yang diadakan oleh Lembaga Kebudayaan (LK) UMM di ruang teater UMM Dome, Selasa (4/11). Kegiatan berakhir Rabu (5/11) ditutup dengan penandatanangan dan deklarasi bahasa Indonesia sebagai bahasa internasional dan rekomendasi sebagai bahasa resmi ASEAN di era MEA.    

Kebijakan ini berimplikasi pada terbentuknya kelas-kelas internasional di UMM yang tidak menggunakan bahasa Inggris, tapi justru berbahasa Indonesia. “Jadi di UMM itu yang namanya kelas internasional yaitu kelas berbahasa Indonesia yang diikuti mahasiswa asing dari berbagai negara. Nah, tanggung jawab kita adalah bagaimana membuat mahasiswa asing yang kuliah di sini bisa fasih berbahasa Indonesia,” ungkapnya.

Muhajdir menambahkan, yang disebut internasional bukan soal bahasanya, tapi apakah kualitasnya diakui dunia atau tidak. Ia mencontohkan penyebutan jurnal internasional yang lebih merujuk pada jurnal yang meraih akreditasi internasional, bukan justru jurnal berbahasa Inggris. “Tidak semua jurnal berbahasa Inggris diakui internasional, sebaliknya, banyak jurnal berakreditasi internasional yang tidak menggunakan bahasa Inggris. Karena itu bisa saja jurnal berbahasa Indonesia disebut jurnal internasional, selama kualitasnya diakui dunia,” papar Muhadjir dalam siaran persnya, Kamis (6/11). (ROL)

Rohis Berkontribusi Ciptakan Iklim Keagamaan yang Damai di Sekolah

Butuh pendampingan dan pengawalan yang menyeluruh dalam meredam beragam hal yang dianggap permasalahan pada tingkah pelajar remaja.

Bukan hanya masalah kenakalan seperti tawuran, bully, narkoba atau pergaulan bebas, tapi remaja pun menghadapi serangan masuknya paham intoleransi ke dalam pemikiran mereka yang diduga menyusup lewat organisasi keislaman remaja di sekolah semisal Rohis.

Makanya, keberadaannya harus dikawal, didampingi, agar peran Rohis optimal dalam menciptakan iklim keagamaan yang damai di sekolahnya masing-masing. 

"Jangan sampai ada kesan ekslusif antara anggota rohis dengan yang non anggota," kata Direktur Pendidikan Agama Islam Sekolah Umum Direktorat Jenderal Pendidikan Islam Kemenag Amin Hedari, Selasa (11/11). 

Rohis, kata Amin, tidak boleh kaku dan justru harus dapat berbaur dengan warga sekolah lainnya. Disebutkannya, berdasarkan data yang dicatat Kemenag, terdapat lebih dari 10 juta siswa yang tersebar di 10.765 SMA dan 7563 SMK se-Indonesia. 

Jumlah yang besar terasebut dapat menjadi potensi maupun bumerang, jika tak pandai memilihkan jenis pendampingan yang tepat. Sebab, merekalah yang nantinya akan menjadi para pemimpin Indonesia di masa depan. 

Pendampingan oleh pemerintah khususnya Kemenag akan dimulai dengan menyelenggarakan kegiatan Perkemahan Rohis Nasional di Cibubur yang melibatkan sekitar dua ribu peserta. Selain diberi materi tentang keislaman Indonesia yang damai, siswa juga dibimbing agar memiliki jiwa kepemimpinan.

Dengan begitu, ia berharap kasus kenakalan remaja dapat diredam, sekaligus melahirkan remaja-remaja bijak yang bersemangat berbagi kebaikan. 

Di samping itu, dengan mengumpulkan anak-anak pengurus rohis dari berbagai daerah di Indonesia, akan terjadi proses pembauran di antara mereka, sehingga remaja dapat menjalin persahabatan di tengah keberagaman.

Amin menekankan, kegiatan tersebut akan menjadi agenda nasional yang akan ditindaklanjuti dengan beragam pelatihan rutin untuk guru agama ataupun dukungam penyelenggaraan kegiatan keislaman siswa di ranah non formal. (ROL)

Friday, October 31, 2014

Akses Pendidikan yang Berkeadilan

Salah satu tekad yang ingin diraih Menteri Kebudayaan dan Pendidikan Dasar Menengah Anies Baswedan adalah memberikan akses pendidikan bagi semua putra putri Indonesia secara berkeadilan. Akses pendidikan yang berkeadilan diyakini sebagai salah satu kunci yang bisa membawa kemajuan Indonesia.

Tekad ini sebenarnya bukanlah sesuatu yang baru. Menteri Pendidikan dan Kebudayaan sebelumnya, Mohammad Nuh, juga mempunyai fokus yang sama. Selama kepemimpinannya, hampir semua program diarahkan untuk memberikan akses pendidikan yang merata dan berkeadilan.

Pendidikan dasar sembilan tahun, misalnya, kembali ditegaskan menjadi sesuatu yang wajib bagi seluruh anak Indonesia. Karena itulah dikucurkan biaya operasional sekolah (BOS) sehingga orangtua siswa tidak harus membayar saat anaknya mengikuti pendidikan dasar, dan sekolah pun tidak boleh melakukan pungutan.

Khusus untuk siswa dari keluarga tidak mampu secara ekonomi dikucurkan dana bantuan siswa miskin (BSM) yang besarnya Rp 450.000 per tahun bagi siswa SD, Rp 750.000 bagi siswa SMP/MTs, serta Rp 1 juta per tahun bagi siswa SMA/SMK/MA. Jumlah penerimanya pada tahun 2014 ini sekitar 13,5 juta siswa di semua jenjang pendidikan, dengan anggaran yang dikucurkan pemerintah pada tahun 2014 sebesar Rp 6,09 triliun.

Agar siswa dari keluarga miskin bisa mengenyam pendidikan tinggi, semua perguruan tinggi negeri diwajibkan mengalokasikan 20 persen kursinya untuk calon mahasiswa miskin. Kebijakan ini juga disertai penyediaan beasiswa pendidikan bagi mahasiswa miskin berprestasi atau Bidikmisi yang besarnya Rp 1 juta per bulan. Jumlah penerima beasiswa ini sekitar 150.000 mahasiswa yang tersebar di sejumlah perguruan tinggi.

Kebijakan yang fokus pada akses pendidikan berkeadilan ini, hasilnya selama empat tahun cukup nyata. Angka partisipasi kasar (APK) SD sederajat tahun 2009, misalnya, 95,23 persen dan tahun 2013 naik menjadi 95,80 persen.

Angka partisipasi kasar SMP naik dari 74,52 persen menjadi 79,06 persen pada periode yang sama, sedangkan APK SMA sederajat naik dari 69,6 persen menjadi 81,26 persen pada periode yang sama. Begitu pun APK perguruan tinggi untuk usia 19-23 tahun naik dari 21,60 persen pada tahun 2009 menjadi 29,87 persen pada tahun 2013.

Kebijakan ini disertai pula dengan program pembangunan satu PAUD (pendidikan anak usia dini) di setiap desa, serta pendidikan menengah universal yang dikenal dengan rintisan wajib belajar 12 tahun. Kemdikbud juga mendirikan sejumlah perguruan tinggi negeri di daerah terpencil dan perbatasan untuk memudahkan masyarakat mengakses pendidikan tinggi yang selama ini hanya berada di perkotaan.

Melihat capaian-capaian yang diklaim pemerintahan sebelumnya, tidak salah jika pada masa Anies Baswedan tidak cukup hanya memfokuskan program pada akses pendidikan yang berkeadilan.

Sudah saatnya program tersebut ditingkatkan dengan meningkatkan mutu pendidikan. Sebab, mutu pendidikan Indonesia saat ini masih jauh tertinggal dibandingkan dengan negara lain, dan mutu pendidikan pula yang diyakini bisa membawa kemajuan Indonesia. (Kompas/Try Harijono)

UII Yogyakarta Galang Kepeduliaan untuk Pendidikan di Palestina

Universitas Islam Indonesia (UII) Yogyakarta menaruh perhatian serius terhadap persoalan kemanusiaan dan pendidikan yang terjadi di bumi Palestina.

"Untuk itu, Universitas Islam Indonesia (UII) akan menyelenggarakan kegiatan bertajuk 'Tour Promo Raef and Talkshow: School for Gaza' di Auditorium Kahar Muzakkir Kampus Terpadu UII Yogyakarta, 3 November 2014," kata Rektor UII Harsoyo di Yogyakarta, Jumat (31/10).

Menurut dia, "talkshow" akan mengangkat tema Urgensi Peran Pendidikan di Palestina dalam Membangun Perdamaian, dengan menghadirkan narasumber di antaranya Guru Besar Fakultas Hukum UII Mahfud MD, General Manager Dompet Dhuafa Prima Hadi Putra, dan penyanyi dari Amerika Serikat (AS) Raef.

"Raef juga akan menampilkan sejumlah lagu untuk peluncuran album pertamanya, sekaligus memberikan ajakan kepada generasi muda Indonesia untuk meningkatkan kepedulian kepada sesama generasi muda di Gaza," katanya.

Ia mengatakan kehadiran Raef di UII juga merupakan salah satu rangkaian dari kegiatan "tour promo Raef" di Indonesia. Sebanyak 15 persen dari keuntungan penjualan albumnya akan didonasikan dalam program "School for Gaza".

Program itu merupakan bentuk kerja sama antara UII, Dompet Dhuafa, First Travel, Warner Music Indonesia, Majalah Manasik, Awakening Records, dan DNA Production.

"Program 'School for Gaza' akan dilaksanakan mulai Oktober hingga Desember 2014. Setelah itu dana yang terkumpul akan segera digunakan untuk renovasi minimal lima sekolah di Palestina," katanya.

Selain program "School for Gaza", kata dia, kepedulian UII terkait persoalan kemanusiaan di Palestina sejatinya telah beberapa kali dilakukan di antaranya pelaksanaan diskusi dengan menghadirkan Maher Zain pada November 2013 dan seminar bertema "Tinjauan Kritis Konflik Palestina dan Tragedi Gaza" pada Agustus 2014. (ROL)

Wednesday, October 29, 2014

Mendikbud, Anies Baswedan Bakal Evaluasi Tiga Hal Ini

Menteri Kebudayaan dan Pendidikan Dasar dan Menengah Anies Baswedan mengajak jajarannya untuk memperbaiki kekurangan di tiga bidang.

"Namun dari itu semua yang terpenting adalah kerja," katanya saat acara serah terima jabatan, Selasa (28/10).

Guna meningkatkan kemajuan di bidang pendidikan bangsa, ia siap mengevaluasi tiga kebijakan besar bidang pendidikan. Kebijakan tersebut antara lain, pelaksanaan Ujian Nasional (UN), Kurikulum 2013 dan sertifikasi guru. 

"Kebijakan evaluasinya seperti apa,  belum dapat saya katakan sekarang. Namun memang sudah ada masukan dari tim transisi yang harus  dikoordinasikan dulu dengan jajaran Kemendikbud, yang jelas ini harus segera dilakukan,"ujar Anies.

Tiga kebijakan tersebut, terang Anies, merupakan hal yang sering menjadi perhatian. Sebab kebijakan tersebut sering menjadi pro dan kontra dan pembicaraan  di masyarakat.

Anies juga akan memperhatikan masalah  pemerataan akses  dalam dunia pendidikan sebab hingga saat ini masih banyak anak yang belum mendapatkan akses pendidikan bermutu di seluruh Indonesia. Padahal setiap anak Indonesia berhak mendapatkan pendidikan yang berkualitas.

Berdasarkan rapat yang dilaksanakan dengan Presiden Jokowi, kata Anies, disebutkan dan ditegaskan pentingnya meningkatkan kemakmuran yang berkeadilan. Makanya setiap kementerian harus berorientasi pada nilai-nilai keadilan yang tinggi bagi seluruh masyarakat.

Ini, ujar Anies,  kalau diartikan  ke dalam  pendidikan adalah akses pendidikan yang berkeadilan dan merata. Semua anak berhak mendapatkan pendidikan. (ROL)

Inilah Kunci Rahasia Muhammad Yasra Sang Juara Matematika Dunia, Shalat Malam

Satu lagi putra bangsa kembali menorehkan prestasi membanggakan di kancah internasional. Mahasiswa Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Surabaya, Mohammad Yasya Bahrul Ulum berhasil membawa pulang medali emas dalam International Mathematics Competition (IMC) for University Student 2014.

Yasya mampu menyisihkan 324 peserta dari 44 negara di ajang bergengsi tersebut. Dalam kompetisi ini, para peserta diminta memecahkan masalah dalam bentuk esai. Bidang yang dikompetisikan adalah aljabar, analisis, geometri dan kombinatorik.

Peserta diberikan lima soal yang disajikan dalam bahasa Inggris setiap harinya. Waktu untuk mengerjakannya adalah selama dua hari. ''Setiap harinya diberikan alokasi waktu satu jam,'' kata Yasya dikutip Dream.co.id dari laman ITS.ac.id, Selasa 12 Agustus 2014.

Meski sempat merasa minder, Yasya terus mengerjakan soal dengan usaha terbaiknya. Ia mengaku, secara keseluruhan ada tiga soal yang belum bisa ia jawab dengan benar. ''Saya tidak bisa mengerjakan soal bagian kombinatorik, cukup susah,'' akunya.

Meski begitu mahasiswa Jurusan Teknik Elektro ini berhasil memperoleh selisih nilai 30 poin dari grand first prize dan menempatkannya dalam posisi emas.

Shalat Malam, Rahasia Sang Juara Matematika Dunia

Dengan perolehan itu, ia berhasil unggul dari pesaing lain yang berasal dari perguruan tinggi ternama di dunia, seperti Universitat Bonn di Jerman, Yale University di Amerika Serikat, University of Gottingen di Jerman, Moscow Institute of Physics and Technology di Rusia, University College London, Universidad Nacional Autonoma de Mexico, University of Illinois at Urbana Campaign serta Nanyang Technological University Singapura.

Dari keseluruhan lawan, Israel menurut Yasya tetap menjadi lawan terberatnya. ''Peraih first grand prize berasal dari Israel,'' ujarnya.  Seperti dikutip dari laman resmi IMC, Israel menempatkan lima mahasiswanya di posisi emas, sehingga berhasil meraih juara umum. Sedangkan Yasha menjadi satu-satunya peraih emas dari enam delegasi lain yang dikirim Indonesia dalam kompetisi ini.

Atas prestasi tersebut, Yasya dianugerahi beasiswa Olimpiade Sains Internasional (OSI) dari Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia hingga studi doktoral di seluruh perguruan tinggi di dunia.

Saat ditanya rencana studi magisternya, Yasya mengaku menginginkan kuliah di Jurusan Matematika ITB. ''Saya ingin mempersiapkan dulu kemampuan Matematika saya di ITB, baru ke luar negeri,'' ujarnya.

Prestasi ini memang bukan kiprah pertama bagi Yasya dalam olimpiade Matematika. Ia memiliki catatan prestasi gemilang dalam kompetisi yang membutuhkan ketelitian tinggi ini. Sejak SMP, putra pasangan Imam Chumaedi dan Shofiyah ini telah beberapa kali menjuarai OSN.

Ternyata kesuksesan Yasya di ajang olimpiade Matematika tidak hanya karena ketekunannya dalam belajar dan berlatih soal. Ia selalu menyempatkan diri untuk shalat malam setiap harinya.

Menurutnya, rutinitas tersebut ia lakukan untuk membangun mental positifnya. ''Kita bisa intropeksi diri dan memperkuat semangat serta motivasi,'' kata pemuda yang saat ini berumur 20 tahun itu.

Mahasiswa yang hobi bermain games dan olahraga futsal ini berpesan kepada mahasiswa dan para pelajar lainnya untuk tidak bermalas-malasan dalam belajar.

Menurutnya, pemuda adalah generasi masa depan yang menjadi penentu kemajuan Indonesia. ''Kalau bermalas-malasan, ya negeri kita akan bobrok,'' pesan dia. (Dream)

Monday, October 27, 2014

Ditjen Pendidikan Tinggi Bergabung dengan Kementerian Riset dan Teknologi

Wacana perubahan dalam Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud), ternyata sempat menjadi isu yang mengagetkan pegawai negeri sipil di kementerian itu. Namun, setelah benar-benar terealisasi, hal itu justru menjadi suatu kebanggaan.

"Awalnya sempat pada terkejut. Tapi di satu sisi bangga juga, berarti ada sesuatu usaha yang dilakukan untuk meningkatkan SDM dari SD sampai SMA," ujar Luthfi, seorang staf Ditjen Pendidikan Dasar Kemendikbud, Senin (27/10/2014).

Menurut Luthfi, dengan pemisahan antara pendidikan dasar dan tinggi, fokus pemerintah terhadap dunia pendidikan, kini menjadi hal yang utama. Ia berharap, pemisahan tersebut nantinya dapat meningkatan pemerataan sumber daya manusia, tidak hanya di kota besar, tetapi juga di pelosok daerah terpencil.

Sementara itu, Rika, seorang staf pelestarian cagar budaya dan permusiuman Kemendikbud, menilai, pemindahan Ditjen Pendidikan Tinggi ke Kementerian Riset dan Teknologi,  memiliki dampak positif. Hal positif tersebut misalnya, mengenai anggaran.

Selama ini, menurut Rika, alokasi anggaran yang jumlahnya cukup besar, masih sering terkendala. Akibatnya, program-program yang dibuat juga seringkali terkendala.

"Itu bagus, jadi untuk anggaran bisa lebih dirinci lagi. Kalau jadi satu memang agak susah," kata Rika.

Sebagai salah satu staf di bidang kebudayaan, Rika juga berharap agar pemisahan tersebut dapat lebih memfokuskan upaya pemerintah terhadap pemeliharaan cagar budaya yang terdapat dalam musium.

Seperti diketahui, Presiden Joko Widodo akhirnya memindahkan Ditejen Pendidikan Tinggi ke dalam Kementerian Riset dan Teknologi. Adapun Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, yang sebelumnya diusulkan menjadi Kementerian Kebudayaan dan Pendidikan Dasar dan Menengah, tidak mengalami perubahan nama kementerian, atau nomenklatur. (Kompas)

Zulkieflimansyah, Anggota DPR Ini Bangun Universitas Teknologi Sumbawa

Anggota DPR RI Zulkieflimansyah mendirikan universitas yang berbasis teknologi di kampung halamannya sendiri, Sumbawa, Nusa Tenggara Barat. Namanya Univeritas Teknologi Sumbawa (UTS).

Universitas Teknologi Sumbawa baru berdiri dua tahun lalu tapi mampu mengirimkan delapan mahasiswa-mahasiswinya mengikuti kompetisi bioteknologi tingkat dunia yang akan dilangsungkan di Massachusetts Institute of Technology (MIT), Boston, Amerika Serikat.

“Tentu dengan ikut kompetisi bioteknologi tingkat dunia menjadi suatu hal yang baru dan sebuah kebanggaan bagi kita, terutama bangsa Indonesia meskipun UTS Sumbawa baru berumur setahun jagung,” kata Rektor UTS Sumbawa, Zulkieflimansyah kepada ANTARA News, Jakarta, Senin.

“Saat ini mahasiswa UTS Sumbawa tidak hanya berasal dari NTB semata, tapi juga berasal dari Sumatera, Jawa, Halmahera, Kalimantan. Mudah-mudahan dimasa yang akan datang, Indonesai Timur jadi Centre of Study, pusat studi tidak lagi berpusat di Jawa. Itu salah satu alasan saya mendirikan UTS Sumbawa,” kata Zulkieflimansyah.

Ia menceritakan, masalah teknologi selama 10 tahun ini sepertinya terabaikan dan hampir tidak  disebut-sebut.

"Yang dikedepankan selalu masalah penegakan hukum, ekonomi. Padahal teknologi adalah elemen kunci untuk kesinambungan pembangunan dan mensejahterakan rakyat. Inti dari ekonomi itu adalah teknologi dan industri, bukan di keuangan," katanya.

Alasan lain yang menjadikannya untuk mendirikan UTS Sumbawa berbasis teknologi adalah tidak adanya keinginan pemerintah untuk menampung atau memberdayakan orang-orang yang memiliki kemampuan dibidang teknologi saat selesai menjalani pendidikan di luar negeri.

“Kita kasih wadahi dengan menjadi dosen, wakil rektor dan lain sebagainya. Mudah-mudahan mereka bisa mengoptimalkan kemampuan mereka, jaringan mereka untuk membangun. Dan ini terbukti, salah satu peneliti terbaik Indonesia, Arif Witarto, jadi dekan fakultas bioteknologi UTS Sumbawa,” kata Zul.

Keikutsertaaan mahasiswa UTS ini memang sengaja memilih bioteknologi karena mahasiswa ingin mengangkat potensi yang ada di Sumbawa, yakni Madu Sumbawa. Madu Sumbawa sudah terkenal dan bisa dijadikan sebuah riset dengan mengkombinasikan bakteri E-coli dan terumbu karang. “Ini belum pernah ada dan saya rasa, riset ini satu-satunya di dunia,” kata Zul. (ROL)

Lima Guru Besar Mengisi Kursi Kementerian di Kabinet Kerja

Lima  Guru Besar mengisi kursi kementerian pemerintahan Joko Widodo dan Jusuf Kalla. Mereka adalah Pratikno sebagai Menteri Sekretaris Negara, Bambang Brodjonegoro sebagai Menteri Keuangan, Nila Djuwita Anfasa Moeloek sebagai Menteri Kesehatan, Muhammad Nasir sebagai Menteri Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi, serta Yohana Susana Yembise sebagai Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak.

Sosiolog sekaligus Guru Besar FISIP Universitas Indonesia, Paulus Wirutomo, mengatakan pertimbangan Presiden untuk memilih Guru Besar menjadi menteri adalah suatu yang wajar.

"Kalau jumlah Guru Besarnya berkisar antara tiga sampai lima orang, saya kira itu wajar. Saya juga melihat riwayat akademis Guru Besar tersebut sudah sesuai dengan kementerian yang dijabatnya," kata Paulus saat dihubungi Antara di Jakarta, Senin.

Pakar sosiolog itu mengatakan beberapa Guru Besar yang dijadikan menteri tepat sasaran, salah satunya Pratikno. Ia menilai penunjukan Pratikno sebagai Menteri Sekretaris Negara sesuai dengan latar belakang pendidikannya.

Berbagai sumber menyebutkan, Pratikno yang lahir di Bojonegoro pada 13 Februari 1962 ini menyelesaikan studi sarjananya di Ilmu Pemerintahan FISIP Universitas Gadjah Mada (1985), program master di Development Administration Universitas Birmingham, Inggris (1990), dan program doktor di Ilmu Politik UGM (2008).

Pria yang baru saja terpilih sebagai Rektor (UGM) Yogyakarta pada Maret 2012 itu juga meraih gelar Profesor bidang Ilmu Politik dari UGM pada Desember 2008 serta gelar doktor di Flinders University of South Australia jurusan Asian Studies (1997).

Selain Pratikno, Guru Besar yang juga menjabat sebagai rektor ialah Muhammad Nasir. Nasir pun baru saja terpilih sebagai Rektor Universitas Diponegoro, Semarang, namun dirinya belum sempat menjalani pelantikan yang rencananya digelar pada 18 Desember 2014.

Pria kelahiran 27 Juni 1960 (54 tahun), Ngawi, Jawa Timur ini juga menyandang gelar profesor di bidang "Behavioral Accounting dan Management Accounting." Nasir menyelesaikan S1-nya di Undip, kemudian S2-nya di Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta dan meraih gelar PhD-nya di University Sains Malaysia tahun 2004. Selain Pratikno dan Muhammad Nasir, gelar Guru Besar juga disandang oleh Menteri Keuangan Bambang Brodjonegoro.

Bambang sebelumnya menjadi Wakil Menteri Keuangan pada Kabinet Indonesia Bersatu Jilid II era pemerintahan Presiden SBY. Di Kabinet Kerja ini, Bambang dipercaya untuk mengisi posisi puncak Kementerian Keuangan menggantikan Muhammad Chatib Basri. Putra bungsu (alm) Soemantri Brodjonegoro ini dikukuhkan sebagai Guru Besar Fakultas Ekonomi UI dan tercatat sebagai satu-satunya dekan di institusi tersebut yang usianya masih di bawah 40 tahun saat diangkat.

Bambang mengenyam pendidikan sarjana di Ekonomi Pembangunan dan Ekonomi Regional Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia (1990), tingkat master di Universitas Illinois, Amerika Serikat, sekaligus melanjutkan program doktoral di universitas yang sama hingga 1995. Selain Menteri Keuangan, jabatan Menteri Kesehatan pada Kabinet Kerja 2014-2019 juga diisi oleh Guru Besar Fakultas Kedokteran UI, yakni Nila Djuwita Anfasa Moeloek.

Dokter yang ahli dibidang oftalmologi atau ilmu penyakit mata ini mengawali pendidikannya di FKUI Jakarta kemudian melanjutkan studi di bidang ophtalmology dan berhasil meraih gelar spesialis mata (SpM) enam tahun berikutnya. Ketua Umum Perhimpunan Dokter Spesialis Mata (Perdami) tersebut juga pernah belajar subspesialisasi di International Fellowship di Orbita Centre, University of Amsterdam, Belanda dan di Kobe University, Jepang. Nila Moeloek bukanlah satu-satunya wanita bergelar Guru Besar yang menjabat menteri.

Selain dia, Yohana Susana Yembise ialah wanita bergelar Guru Besar asal Papua yang ditunjuk oleh Presiden Joko Widodo menjadi Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak.

Yohana adalah wanita Papua pertama yang diberi gelar Guru Besar oleh Menteri Pendidikan dan Kebudayaan sebagai profesor doktor bidang silabus desain dan "material development". Wanita kelahiran Manokwari, 1 Oktober 1958 ini dikukuhkan menjadi profesor doktor oleh Rektor Universitas Cenderawasih (Uncen) Jayapura, Papua. Yohana menempuh pendidikan sarjana pada program studi bahasa Inggris Universitas Cenderawasih. Semasa kuliah, dia bekerja sebagai asisten dosen di program studi yang digelutinya selama tiga tahun yakni sejak 1983-1986 kemudian enjadi dosen sejak 1987 sampai sekarang. (ROL)