Sunday, December 7, 2014

Kritik Mendikbud, M. Nuh Nilai Penghentian Kurikulum 2013 Langkah Mundur

Mantan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Mohammad Nuh, menilai kebijakan Kementerian Kebudayaan dan Pendidikan Dasar dan Menengah kembali pada Kurikulum 2006 adalah langkah mundur. Kurikulum 2013 secara substansi dinilainya tidak ada masalah.

"Kalau ada masalah teknis, mestinya dicarikan solusi perbaikannya, bukan balik ke belakang sebab KTSP secara substansi ada kekurangan dan secara teknis juga perlu penyiapan lagi," kata Nuh di Surabaya, Minggu (7/12/2014), seperti dikutip Antara.

Nuh menjelaskan, bukti Kurikulum 2013 tidak ada masalah secara substansi adalah dengan tetap diberlakukannya untuk 6.221 sekolah. Jika ada masalah, kata dia, maka tentu tidak akan dipakai sama sekali.

"Untuk itu, mestinya, alternatifnya ya penerapannya tidak langsung 'dibajak' dengan dibatasi pada 6.221 sekolah itu, melainkan sekolah mana saja yang siap, ya dipersilakan menerapkannya, apakah siap secara mandiri atau siap berdasarkan penilaian pemerintah," katanya.

Selanjutnya, untuk sekolah-sekolah yang tidak siap akan "disiapkan" oleh pemerintah melalui pendampingan dan pelatihan sampai benar-benar siap. Penyiapan guru dan buku itu merupakan tugas pemerintah.

"Kalau kembali pada Kurikulum 2006 atau KTSP itu justru mundur, karena secara substansi belum tentu lebih baik, lalu butuh waktu lagi untuk melatih guru lagi (dengan KTSP) dan bahkan orang tua harus membeli buku KTSP," kata Nuh.

Menurut dia, Kemendikbud sudah pernah mengadakan UKG (uji kompetensi guru) untuk mengevaluasi penguasaan guru terhadap KTSP itu pada 2012. Ternyata, kata dia, nilai rata-rata adalah 45. Padahal Kurikulum 2006 itu sudah enam tahun berlaku.

"Jadi, kita perlu pelatihan guru lagi, padahal kita sudah melatih guru untuk Kurikulum 2013 dengan nilai UKG pada Kurikulum 2013 itu mencapai 71, meski tentu nilai 40 masih ada, tapi guru dengan nilai di atas 80 juga ada," katanya.

Oleh karena itu, ukuran penguasaan guru terhadap substansi dan metodologi Kurikulum 2013 juga masih lebih baik daripada penguasaan terhadap Kurikulum 2006 (KTSP). Saat itu, UKG dilakukan pada 1,3 juta guru.

"Kita juga sudah merancang solusi untuk penyiapan guru yang nilai UKG-nya tidak bagus atau 40, yakni pendampingan dan klinik konsultasi bagi guru yang mengalami kesulitan itu. Bahkan kita juga sudah merekomendasikan reformasi LPTK sebagai 'pabrik guru'," katanya.

Selain itu, jika kembali pada Kurikulum 2006 (KTSP), ujar Nuh, hal itu akan mengharuskan orang tua untuk membeli buku baru. Padahal, buku-buku Kurikulum 2013 selama ini sudah digratiskan. (baca: Kurikulum Kembali ke 2006, Buku Pelajaran Mesti Beli Lagi?)

"Nanti, mafia buku akan merepotkan masyarakat lagi," katanya.

Ia mengakui bahwa buku Kurikulum 2013 memang ada yang terlambat, tapi pemenuhan atas keterlambatan itu menjadi tugas pemerintah.

"Itu tugas pemerintah, bukan justru dengan cara 'membajak' Kurikulum 2013. Saya kira itu tidak etis secara akademis. Tapi, kalau game politik, ya nggak tahu-lah," kata Nuh.

Ditanya tentang keberatan guru terhadap sistem penilaian Kurkulum 2013 yang naratif atau deskriptif, ia mengatakan, hal itu hanya soal pembiasaan karena hal baru memang membutuhkan pembiasaan.

"Yang penting, penilaian numerik disertai narasi itu lebih objektif karena banyak negara maju atau banyak sekolah berkualitas yang memakai cara itu, sehingga dua anak yang sama-sama memiliki nilai 7 akan diketahui perbedaan dari kekurangan keduanya. Nilainya bisa sama, tapi kekurangannya beda," katanya.

Nuh menambahkan, Kurikulum 2006 (KTSP) juga bukan tanpa masalah, di antaranya pelajaran sejarah untuk SMK tidak ada, jam pelajaran Bahasa Inggris lebih banyak dua kali lipat daripada Bahasa Indonesia, tidak adanya mata pelajaran yang mendorong analisa data (survei TIMMS/PISA), dan sebagainya.

Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Anies Baswedan sebelumnya menginstruksikan sekolah yang belum menggunakan Kurikulum 2013 selama tiga semester untuk kembali ke Kurikulum 2006. (baca: Mulai Semester Genap, Kurikulum 2013 Dihentikan)

Sementara itu, sekolah yang telah menjalankan selama tiga semester diminta tetap menggunakan kurikulum tersebut sembari menunggu evaluasi dari pihak berwenang. (baca: Besok, Surat Edaran untuk Hentikan Kurikulum 2013 Dikirim ke Semua Sekolah)

"Dengan memperhatikan rekomendasi tim evaluasi implementasi kurikulum, maka Kurikulum 2013 dihentikan," kata Anies di Jakarta, Jumat (5/12/2014).

Anies mengatakan, saat ini ada 6.221 sekolah yang sudah pakai Kurikulum 2013 selama tiga semester lebih.

"Mereka akan jadi contoh bagi sekolah yang belum siap," tambah Anies.

Mantan Rektor Universitas Paramadina ini kembali menyinggung soal pelaksanaan Kurikulum 2013 yang dinilai terlalu cepat. Anies pun berharap agar pelaksanaannya yang sudah dievaluasi kali ini bisa berjalan setahap demi setahap.

Sekolah yang dijadikan contoh pun nantinya akan jadi model dalam pelaksanaan Kurikulum 2013 yang ideal bagi sekolah-sekolah lain.
.
.
.
.
.
Sumber: Kompas

Saturday, December 6, 2014

Mendikbud Batalkan Kurikulum 2013, Ketua PGRI: Tepat Sekali

Ketua Umum Pengurus Besar Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) Sulistiyo gembira dengan keputusan Menteri Pendidikan Anies Baswedan yang membatalkan kurikulum 2013. "Keputusan yang sangat tepat. Sebagai pelaku pendidikan, saya menyambut gembira pembatalan kurikulum mentah itu," kata Sulistiyo saat dihubungi, Jumat, 5 Desember 2014.

Menurut dia, kurikulum itu memang belum siap untuk diaplikasikan. "Masalahnya bukan hanya di kesiapan guru dan sekolah, secara substantif kurikulum itu memang banyak salah," katanya. (Baca: Kurikulum 2013 Dibatalkan, Balik ke Kurikulum 2006)

Sulistyo menjelaskan, ada tiga opsi yang dibicarakan Menteri Anies dan para guru dalam evaluasi kurikulum. Pertama, Kurikulum 2013 dicabut sama sekali. Kedua, dilaksanakan hanya di sekolah unggulan yang siap menjalankan. Ketiga, kurikulum tetap dijalankan sambil diperbaiki. "Ternyata opsi kedua yang diambil menteri," katanya. (Baca: Menteri Anies Baswedan Stop Kurikulum 2013)

Menteri Anies membatalkan pelaksanaan Kurikulum 2013 di 211.779 sekolah di seluruh Indonesia dan kembali menerapkan kurikulum 2006. Sementara itu, sebanyak 6.221 sekolah yang sudah menerapkan kurikulum 2013 selama tiga semester diminta untuk terus melanjutkan sebagai percontohan. (Baca: DKI Setuju Menteri Anies Evaluasi Kurikulum 2013)

Anies meyakini penerapan kurikulum 2006 yang lebih matang akan memantapkan kembali kemampuan siswa dan guru. Penarikan kurikulum ini juga sangat diperlukan untuk mengevaluasi dan memperbaiki Kurikulum 2013. (Baca: Kurikulum 2013, Guru Kesulitan Beri Nilai Murid)

Sulistyo berujar, tak akan ada masalah dalam penarikkan buku, walaupun sudah dicetak dan siap didistribusikan. "Mau bagaimana lagi. Harus bersakit-sakit dulu sekarang, agar senang kemudian," kaatnya.
.
.
.
.
Sumber: Tempo

Kurikulum 2013 Resmi Dihentikan, Apa Tanggapan Guru?

Keputusan Kementerian Pendidikan yang menghentikan Kurikulum 2013 menuai berbagai tanggapan dari guru.

"Kemungkinan banyak yang setuju, karena setiap ketemu teman guru banyak yang masih bingung dengan Kurikulum 2013," kata Ignatius Turut, guru SD Tarakanita 4 Pluit dalam acara Hari Untuk Guru (HUG) di TMII, Jakarta, Sabtu.

Kurikulum 2013 tidak hanya memberatkan siswa, tetapi juga memberatkan guru.

"Siswa keberatan dengan materi yang baru, guru juga. Bukan hanya materi tetapi juga masalah penilaiannya, guru jadi banyak pekerjaan," kata Ignatius.

"Sebenarnya kurikulum 2013 itu bagus, siswa punya wawasan luas, tidak hanya satu sumber dari guru, tapi kebanyakan anak-anak belum siap," lanjutnya.

Hal senada juga disampaikan oleh Sugiarto, guru SDN Cideng 02 Pagi, Gambir y,ang menilai siswa belum siap.

"Contohnya anak-anak kelas 1 yang belum lancar membaca, tetap harus didampingi guru. Kalau tidak didampingi guru malah lari-lari, jadi liar," katanya.

"Dengan adanya perubahan, kita guru sebagai pelaksana hanya bisa melaksanakan tupoksi saja," tambahnya.

Menurut Ahmad Solikhin Kepala Sekolah Menteng 01, guru saat ini lebih diorentasikan dengan tugas administratif, sehingga guru hanya bertindak sebagai pengawas.

"Proses penilaian sangat banyak, yang dulu rapor hanya 2 lembar sekarang ada 8 lembar yang diisi dengan penilaian deskriptif. Guru sudah sangat disibukkan dengan penilaian, sehingga nilai dari seorang guru sendiri sudah bergeser, bukan lagi educator, tetapi administrator," kata dia.

Banyaknya penilaian tersebut, menurut Ahmad, justru menyalahi Permendikbud Nomor 66. 

Dengan dibatalkannya Kurikulum 2013, ia menilai harus dievaluasi lagi, tidak generalisasi begitu saja. (Mendikbud: kurikulum tidak akan gonta-ganti)

"Opsinya adalah sekolah yang sudah jalan 3 semester lanjut, yang baru 1 semester kembali (ke Kurikulum 2006). Tapi kita harus lihat di lapangan, yang sudah 3 semester itu bagaimana, sudah bagus atau tidak? Bisa lanjut atau kembali (ke Kurikulum 2006)," ujar dia.

"Kalaupun konsekuen dengan Kurikulum 2013, syaratnya harus diperbaiki, buku-buku harus dilengkapi," pungkasnya.
.
.
.
.
Sumber: Antara

Kurikulum 2013 Dihentikan, Bagaimana Nasib Buku Sekolah?

Penghentian kurikulum 2013 dan pemberlakuan kembali kurikulum 2006 memunculkan persoalan tentang keberadaan buku-buku sekolah. Kontrak kerja sama antara pemerintah tiap daerah dan penerbit buku tentunya juga akan berubah. Bagaimana tanggapan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Anies Baswedan mengenai keputusannya itu?

"Kontrak yang sudah ditanda-tangani, dituntaskan. (Lalu) bukunya disimpan di sekolah. Kontrak yang belum ditanda-tangani, berhenti saja," kata Anies saat ditemui di Gedung Kemendikbud, Jakarta, Sabtu (6/12/2014).

Anies mengatakan, pemerintah daerah banyak yang belum membuat kontrak mengenai buku mata pelajaran. Ia menganjurkan sekolah-sekolah itu tidak usah membuat kontrak lagi.

Terkait putusan pemberhentian kurikulum 2013, Anies menyatakan hal itu mulai berlaku pada awal tahun depan. "Mulai semester genap. Tahun pelajaran 2014-2015, mulai Januari. Pokoknya berhenti," ujar Anies.

Ia menambahkan, sekolah yang telah menggunakan kurikulum 2013 di atas 3 semester akan dijadikan tempat menguji penerapan kurikulum tersebut. Sekolah itu tidak akan kembali ke kurikulum 2006. Namun, jika sekolah merasa tidak siap dan merasa terbebani, maka sekolah tersebut diberi kelonggaran untuk tidak meneruskan kurikulum baru.
.
.
.
.
Sumber: Kompas

Mendikbud Resmi Hentkan Pelaksanaan Kurikulum 2013

Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Anies Baswedan secara resmi menghentikan pelaksanaan Kurikulum 2013. Penghentian pelaksanaan Kurikulum 2013 ini sebagaimana Surat Mendikbud yang ditujukan kepada seluruh Kepala Sekolah Indonesia, dengan Nomor: 179342/MPK/KR/2014 tanggal 5 Desember 2014

Berikut isi Surat tersebut:

Nomor : 179342/MPK/KR/2014 5 Desember 2014
Hal : Pelaksanaan Kurikulum 2013
Yth. Ibu / Bapak Kepala Sekolah
di
Seluruh Indonesia

Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh.

Salam sejahtera bagi kita semua.

Semoga Ibu dan Bapak Kepala Sekolah dalam keadaan sehat walafiat, penuh semangat dan bahagia saat surat ini sampai. Puji dan syukur selalu kita panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Kuasa atas segala limpahan rahmat dan hidayahnya pada Ibu dan Bapak serta semua Pendidik dan Tenaga Kependidikan yang telah menjadi pendorong kemajuan bangsa Indonesia lewat dunia pendidikan.

Melalui surat ini, saya ingin mengabarkan terlebih dahulu kepada Kepala Sekolah tentang Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan terkait dengan pelaksanaan Kurikulum 2013, sebelum keputusan ini diumumkan kepada masyarakat melalui media massa.
Sebelum tiba pada keputusan ini, saya telah memberi tugas kepada Tim Evaluasi Implementasi Kurikulum 2013 untuk membuat kajian mengenai penerapan Kurikulum 2013 yang sudah berjalan dan menyusun rekomendasi tentang penerapan kurikulum tersebut ke depannya.

Harus diakui bahwa kita menghadapi masalah yang tidak sederhana karena Kurikulum 2013 ini diproses secara amat cepat dan bahkan sudah ditetapkan untuk dilaksanakan di seluruh tanah air sebelum kurikulum tersebut pernah dievaluasi secara lengkap dan menyeluruh.

Seperti kita ketahui, Kurikulum 2013 diterapkan di 6.221 sekolah sejak Tahun Pelajaran 2013/2014 dan di semua sekolah di seluruh tanah air pada Tahun Pelajaran 2014/2015. Sementara itu, Peraturan Menteri nomor 159 Tahun 2014 tentang evaluasi Kurikulum 2013 baru dikeluarkan tanggal 14 Oktober 2014, yaitu tiga bulan sesudah Kurikulum 2013 dilaksanakan di seluruh Indonesia.

Pada Pasal 2 ayat 2 dalam Peraturan Menteri nomor 159 Tahun 2014 itu menyebutkan bahwa Evaluasi Kurikulum bertujuan untuk mendapatkan informasi mengenai:
1. Kesesuaian antara Ide Kurikulum dan Desain Kurikulum;
2. Kesesuaian antara Desain Kurikulum dan Dokumen Kurikulum;
3. Kesesuaian antara Dokumen Kurikulum dan Implementasi Kurikulum; dan
4. Kesesuaian antara Ide Kurikulum, Hasil Kurikulum, dan Dampak Kurikulum.

Alangkah bijaksana bila evaluasi sebagaimana dicantumkan dalam pasal 2 ayat 2 dilakukan secara lengkap dan menyeluruh sebelum kurikulum baru ini diterapkan di seluruh sekolah. Konsekuensi dari penerapan menyeluruh sebelum evaluasi lengkap adalah bermunculannya masalah-masalah yang sesungguhnya bisa dihindari jika proses perubahan dilakukan secara lebih seksama dan tak terburu-buru.

Berbagai masalah konseptual yang dihadapi antara lain mulai dari soal ketidakselarasan antara ide dengan desain kurikulum hingga soal ketidakselarasan gagasan dengan isi buku teks. Sedangkan masalah teknis penerapan seperti berbeda-bedanya kesiapan sekolah dan guru, belum meratanya dan tuntasnya pelatihan guru dan kepala sekolah, serta penyediaan buku pun belum tertangani dengan baik. Anak-anak, guru dan orang tua pula yang akhirnya harus menghadapi konsekuensi atas ketergesa-gesaan penerapan sebuah kurikulum. Segala permasalahan itu memang ikut melandasi pengambilan keputusan terkait penerapan Kurikulum 2013
kedepan, namun yang menjadi pertimbangan utama dalam pengambilan keputusan ini adalah kepentingan anak-anak kita.

Maka dengan memperhatikan rekomendasi tim evaluasi implementasi kurikulum, serta diskusi dengan berbagai pemangku kepentingan, saya memutuskan untuk:
  1. Menghentikan pelaksanaan Kurikulum 2013 di sekolah-sekolah yang baru menerapkan satu semester, yaitu sejak Tahun Pelajaran 2014/2015. Sekolah-sekolah ini supaya kembali menggunakan Kurikulum 2006. Bagi Ibu/Bapak kepala sekolah yang sekolahnya termasuk kategori ini, mohon persiapkan sekolah untuk kembali menggunakan Kurikulum 2006 mulai semester genap Tahun Pelajaran 2014/2015. Harap diingat, bahwa berbagai konsep yang ditegaskan kembali di Kurikulum 2013 sebenarnya telah diakomodasi dalam Kurikulum 2006, semisal penilaian otentik, pembelajaran tematik terpadu, dll. Oleh karena itu, tidak ada alasan bagi guru-guru di sekolah untuk tidak mengembangkan metode pembelajaran di kelas. Kreatifitas dan keberanian guru untuk berinovasi dan keluar dari praktik-pratik lawas adalah kunci bagi pergerakan pendidikan Indonesia.
  2. Tetap menerapkan Kurikulum 2013 di sekolah-sekolah yang telah tiga semester ini menerapkan, yaitu sejak Tahun Pelajaran 2013/2014 dan menjadikan sekolah-sekolah tersebut sebagai sekolah pengembangan dan percontohan penerapan Kurikulum 2013. Pada saat Kurikulum 2013 telah diperbaiki dan dimatangkan lalu sekolah-sekolah ini (dan sekolah-sekolah lain yang ditetapkan oleh Pemerintah) dimulai proses penyebaran penerapan Kurikulum 2013 ke sekolah lain di sekitarnya. Bagi Ibu dan Bapak kepala sekolah yang sekolahnya termasuk kategori ini, harap bersiap untuk menjadi sekolah pengembangan dan percontohan Kurikulum 2013. Kami akan bekerja sama dengan Ibu/Bapak untuk mematangkan Kurikulum 2013 sehingga siap diterapkan secara nasional dan disebarkan dari sekolah yang Ibu dan Bapak pimpin sekarang. Catatan tambahan untuk poin kedua ini adalah sekolah yang keberatan menjadi sekolah pengembangan dan percontohan Kurikulum 2013, dengan alasan ketidaksiapan dan demi kepentingan siswa, dapat mengajukan diri kepada Kemdikbud untuk dikecualikan.
  3. Mengembalikan tugas pengembangan Kurikulum 2013 kepada Pusat Kurikulum dan Perbukuan, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI. Pengembangan Kurikulum tidak ditangani oleh tim ad hoc yang bekerja jangka pendek. Kemdikbud akan melakukan perbaikan mendasar terhadap Kurikulum 2013 agar dapat dijalankan dengan baik oleh guru-guru kita di dalam kelas, serta mampu menjadikan proses belajar di sekolah sebagai proses yang menyenangkan bagi siswa-siswa kita..
Kita semua menyadari bahwa kurikulum pendidikan nasional memang harus terus menerus dikaji sesuai dengan waktu dan konteks pendidikan di Indonesia untuk mendapat hasil terbaik bagi peserta didik. Perbaikan kurikulum ini mengacu pada satu tujuan utama, yaitu untuk meningkatkan mutu ekosistem pendidikan Indonesia agar anak-anak kita sebagai manusia utama penentu masa depan negara dapat menjadi insan bangsa yang: (1) beriman dan bertakwa kepadaTuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, mandiri, demokratis, bertanggung jawab; (2) menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi; dan (3) cakap dan kreatif dalam bekerja. Adalah tugas kita semua untuk bergandengan tangan memastikan tujuan ini dapat tercapai, demi anak-anak kita

Pada akhirnya kunci untuk pengembangan kualitas pendidikan adalah pada guru. Kita tidak boleh memandang bahwa pergantian kurikulum secara otomatis akan meningkatkan kualitas pendidikan. Bagaimanapun juga di tangan gurulah proses peningkatan itu bisa terjadi dan di tangan Kepala Sekolah yang baik dapat terjadi peningkatan kualitas ekosistem pendidikan di sekolah yang baik pula. Peningkatan kompetensi guru, kepala sekolah dan tenaga kependidikan akan makin digalakkan sembari kurikulum ini diperbaiki dan dikembangkan.

Pada kesempatan ini pula, saya juga mengucapkan apreasiasi yang setinggi-tingginya atas dedikasi yang telah Ibu dan Bapak Kepala Sekolah berikan demi majunya pendidikan di negeri kita ini. Dibawah bimbingan Ibu dan Bapak-lah masa depan pendidikan, pembelajaran, dan pembudayaan anak-anak kita akan terus tumbuh dan berkembang. Semoga berkenan menyampaikan salam hangat dan hormat dari saya kepada semua guru dan tenaga kependidikan di sekolah yang dipimpin oleh Ibu dan Bapak. Bangsa ini menitipkan tugas penting dan mulia pada ibu dan bapak sekalian untuk membuat masa depan lebih baik. Semoga Tuhan Yang Maha Esa selalu melindungi kita semua dalam upaya meningkatkan mutu pendidikan dan kebudayaan nasional.

Wassalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh.
Jakarta, 5 Desember 2014
Menteri Pendidikan dan Kebudayaan,
Anies Baswedan

Monday, December 1, 2014

Mendikbud: Pendidik Wajib Baca Buku Ki Hajar Dewantara

Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Anies Baswedan mewajibkan kalangan pendidik yang ada di Tanah Air untuk membaca buku yang ditulis Bapak Pendidikan Nasional Ki Hajar Dewantara.

"Jika kita sering menyebut sistem pendidikan yang diterapkan di Finlandia hebat, jauh sebelum itu pada 1930 konsep yang diterapkan disana telah ditulis oleh Ki Hajar Dewantoro dalam bukunya," kata Anies di Jakarta, Senin.

Ia menyampaikan hal itu saat bersilaturahim dengan sekitar 650 kepala dinas pendidikan provinsi, kabupaten dan kota se-Indonesia di Aula Ki Hajar Dewantara Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.

Menurut Anies konsep pendidikan yang dijalankan di Finlandia sudah lama ditulis oleh Ki Hajar Dewantara, namun di Indonesia tidak dibaca, sementara di Finlandia malah dipraktikan.

"Kita semua melupakan apa yang ditulis Ki Hajar Dewantara, salah satunya pendidikan itu adalah sesuatu yang menyenangkan makanya lembaga pendidikannya diberi nama taman artinya tempat yang membahagiakan," kata dia.

Oleh sebab itu sebenarnya kita tidak perlu mengadopsi konsep yang diterapkan Finlandia karena mereka mempraktikan apa yang telah ditulis oleh bapak pendidikan nasional Ki Hajar Dewantara.

Anies kemudian bertanya kepada sekitar 650 hadirin yang hadir siapa yang sudah membaca buku Ki hajar Dewantoro dan ternyata hanya satu orang saja yang mengacungkan tangan mengaku sudah membaca. Ia berencana akan menghubungi Taman Siswa untuk meminta agar buku Ki Hajar Dewantara di cetak ulang dan jika tidak bisa Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan akan mencetaknya.

Anies mengatakan begitu banyak hal yang dapat diambil dalam buku itu untuk diterapkan guna memperbaiki kualitas pendidikan.

Kita sering menggunakan kata Tut Wuri Handayani (mendorong dan memotivasi dari belakang), "Ing Ngarso Sun Tulodo "(menjadi suri tauladan)," In Madyo Mbangun Karso" (berbaur dan berinovasi) namun dalam praktik keseharian dilupakan, kata dia. 

Oleh sebab itu semua harus kembali menjadikan apa yang ditulis Ki Hajar Dewantara sebagai rujukan dan wujud tanggung jawab selaku pendidik, katanya.

Anies menepis pandangan yang mengatakan mengkultuskan buku tersebut, namun ia mengatakan kalau tidak menjadikan buku itu sebagai rujukan arah dunia pendidikan Indonesia hendak dibawa kemana.
.
.
.
.
Sumber: Antara

Muhammad Kalend Osen, Si Pendiri "Kampung Inggris"

Pernahkah Anda mendengar sebutan kampung bahasa Inggris? Kampung yang berada di Kecamatan Pare, Kabupaten Kediri, Jawa Timur itu sangat identik dengan sosok Muhammad Kalend Osen. Bagaimana kiprahnya? Sebuah plang bertuliskan ”Kampung Bahasa” terpasang di gang masuk Jalan Anyelir, Dusun Singgahan, Desa Palem, Kecamatan Pare. Sekitar 300 meter dari perempatan jalan tersebut terdapat sebuah lembaga kursus dengan nama Basic English Course (BEC).

Tempat kursus yang didirikan Muhammad Kalend Osen sekitar 33 tahun silam inilah yang menjadi embrio munculnya sebutan kampung bahasa Inggris di dusun itu. Selama ini sebutan kampung bahasa Inggris sangat populer di masyarakat. Bahkan, kampung bahasa Inggris tersebut sudah terkenal hingga ke berbagai penjuru negeri ini, bahkan luar negeri.

Anda jangan lantas membayangkan di sana seluruh warga masyarakatnya berkomunikasi dengan bahasa Inggris. Sebutan kampung bahasa Inggris muncul begitu saja dari mulut ke mulut. Tidak ada yang tahu kapan awal munculnya sebutan itu, entah siapa pula yang memulai menamainya. Sebutan itu lantaran banyaknya tempat kursus bahasa Inggris yang berdiri di Kecamatan Pare, terutama di Desa Palem dan Tulungrejo.

”Saya sendiri kurang setuju dengan sebutan itu.Itu akibat berita yang tidak benar.Itu menipu,”ujar pria yang akrab dengan sebutan Mr Kalend ini. Bapak tiga anak ini juga tidak lantas melarang orang untuk menggunakan sebutan kampung bahasa Inggris untuk menggambarkan menjamurnya lembaga kursus bahasa Inggris di dusun itu. Sebagian orang,terutama pelajar, bahkan memilih menyebut daerah itu sebagai English village. ”Analisis orang beda-beda,” katanya. Sebutan itu juga muncul lantaran di dusun itu rata-rata rumah warganya dimanfaatkan untuk rumah kos. Penghuninya adalah para pelajar yang sedang belajar bahasa Inggris.

Jumlahnya ribuan orang dari tahun ke tahun. Sebagai gambaran, siswa yang belajar di BEC saja saat ini ada sekitar 850 siswa. Belum lagi siswa di tempat kursus lain. Atmosfer kampung bahasa Inggris itu semakin terasa karena hampir seluruh rumah warga yang disewakan untuk rumah kos masing-masing menggunakan nama yang diambilkan dari namanama bule.Ada White House,Red House, Philadelphia, Green House, Newcastle House,Vampire House,dan berbagai nama asing lain. Pemilihan Kalend Osen sebagai tokoh pendidik teladan hingga mendapatkan penghargaan People of The Year (POTY) 2009 dari Seputar Indonesia bukan tanpa alasan.Selain karena konsistensinya selama bertahun-tahun memasyarakatkan bahasa Inggris, menjamurnya lembaga kursus bahasa Inggris di wilayah Pare yang memberikan multiplier effectluar biasa, tak lepas dari sepak terjangnya.

Dari sisi ekonomi,Dusun Singgahan yang semula warganya hanya mengandalkan hidup dari bercocok tanam di sawah, kini bisa mendapatkan berkah dari banyaknya lembaga kursus yang ada. Bermula dari adanya BEC, akhirnya muncul lembaga kursus serupa yang begitu banyak. Kemudian banyaknya rumah kos,warung, toko buku, dan berbagai usaha lain sebagai imbas dari berdirinya lembaga kursus BEC. Secara tidak langsung,warga sekitar sangat merasakan manfaat dari sisi ekonomi.

”Jelas membawa berkah.Sangat membantu,”ujar Wiyoto Asmo Jhon, warga Purwodadi, Jawa Tengah, seorang alumni BEC yang akhirnya menetap di Dusun Singgahan dengan membuka toko buku dan menjual beragam kebutuhan pokok sehari-hari di sana. Ungkapan senada dilontarkan Yuniati, peternak lebah madu yang tak jauh dari BEC. ”Banyak sekali siswa yang membeli madu di tempat saya,” ujar perempuan asal Yogyakarta ini. Lebih dari itu, sebagian besar pendiri lembaga kursus bahasa Inggris yang ada di kawasan Pare adalah lulusan BEC, walau tidak semua.

Bahkan tidak sedikit pula lulusan BEC yang berasal dari luar daerah atau luar pulau yang akhirnya mendirikan lembaga kursus serupa di daerah masing-masing setelah mengenyam pendidikan singkat di BEC, yang umumnya ditempuh selama enam bulan. Tidak hanya itu,kini dengan adanya program rintisan sekolah berstandar internasional (RSBI) yang digagas pemerintah,cukup banyak guru dari berbagai daerah yang mengambil kursus singkat satu bulan di BEC,training system(TS). Ini karena RSBI mengharuskan siswa dan gurunya berbahasa Inggris dalam proses belajar dan mengajar. Demikianlah multiplier effect dari berdirinya BEC yang dirintis Kalend Osen pada 1976 silam itu. Berawal dari Dusun Singgahan itu lahir ribuan orang dari berbagai penjuruTanah Air yang akhirnya bisa ber-cas cis cus dengan bahasa Inggris. Sejak berdiri hingga sekarang, BEC telah meluluskan 16.285 lulusan.

Perjalanan Panjang Kesuksesan pria kelahiran Kutai Kartanegara, Provinsi Kalimantan Timur, 20 Februari 1945 itu bersama BEC tentu tidak datang begitu saja. Perjuangan panjang tanpa lelah dilalui bapak tiga anak itu selama puluhan tahun. Pria yang rambutnya mulai memutih ini semula tak pernah membayangkan bakal bisa meraih kesuksesan sebesar ini. ”Ini sudah jauh melebihi harapan saya,” ungkapnya. Kalend lantas bercerita awal mula kiprahnya di Pare, Kediri.

Saat itu,sekitar tahun 1976,Kalend datang ke Dusun Singgahan untuk berguru kepada KH Ahmad Yazid (almarhum), tokoh agama setempat yang saat itu menjadi pengasuh masjid dan Pondok Darul Falah. Selain pengetahuan agamanya yang luas, Kiai Yazid, tutur Kalend, juga menguasai sembilan bahasa asing. Sebelum merantau ke Pare, Kalend pernah belajar di Pondok Pesantren Modern Darusssalam, Gontor, Ponorogo, Jawa Timur.

Di sana,Kalend tidak sampai lulus.Dia hanya mengenyam pendidikan hingga kelas lima Kuliatul Muallimin Al Islamiyah (setingkat kelas dua SMA).Saat itu usia Kalend sekitar 31 tahun,siswa tertua di kelasnya. Sebelum masuk Pesantren Gontor pada 1971, Kalend sudah berprofesi sebagai guru di tanah kelahirannya, mulai 1966–1967. Profesi itu dijalaninya hanya dengan bekal ijazah pendidikan guru agama (PGA),walau hanya sampai kelas empat (setara kelas satu SMA).

Profesi sebagai guru di Kalimantan tidak membuatnya puas untuk menimba ilmu.Hingga pada usia 27 tahun dia memilih melanjutkan pendidikan di Pulau Jawa. ”Saya ingin revolusi hidup,”begitu tekad Kalend ketika pertama kali melangkahkan kakinya meninggalkan Pulau Borneo saat itu. Di emperan Masjid Darul Falah itulah Kalend memulai kiprahnya sebagai guru bahasa Inggris. Itu pun dijalaninya tanpa sengaja. Dia lantas bercerita,saat itu ada dua mahasiswa semester akhir IAIN Sunan Ampel, Surabaya,yang datang ke Pare untuk berguru kepada Kiai Yazid. Kedua mahasiswa itu hendak menjalani ujian akhir bahasa Inggris di kampusnya untuk mendapatkan gelar sarjana. Namun saat itu Kiai Yazid sedang keluar daerah, padahal ujian akhir tinggal lima hari lagi.

Akhirnya istri Kiai Yazid menyarankan dua mahasiswa itu untuk belajar bahasa Inggris kepada Kalend.” Cobalah belajar kepada Pak Kalend. Dia pernah di Gontor,dia pasti bisa,” ujar Kalend menirukan saran istri Kiai Yazid kepada dua mahasiswa itu. Kalend pun memberanikan diri untuk mengajar dua mahasiswa itu,walau dia belum pernah mengenyam bangku kuliah. Akhirnya keduanya belajar bahasa Inggris bersama Kalend di emperan Masjid Darul Falah selama lima hari untuk membahas 350 soal yang menjadi acuan untuk ujian bahasa Inggris dua mahasiswa itu.

Berbekal pelajaran dari Kalend, kedua mahasiswa itu lulus dan menyandang gelar sarjana. Setelah ujian di IAIN Sunan Ampel Surabaya, keduanya kembali berguru kepada Kalend. Kisah sukses kedua mahasiswa itu lantas menyebar. Sejak saat itu banyak santri yang berguru kepada pria yang juga hobi bermain tenis meja ini. Hingga akhirnya Kalend mendirikan lembaga kursus yang diberi nama BEC,yang pada awalnya juga masih di serambi masjid. Pesertanya pun hanya remaja sekitar dan tanpa biaya. Meski begitu,setiap bulan anak didiknya selalu memberikan uang sekadarnya kepada Kalend sebagai ungkapan terima kasih dunia pendidikan di Indonesia tentu tak asing lagi dengan Muhammad Kalend Osen. Mantan santri Pondok Pesantren Gontor itu adalah pendiri Basic English Course (BEC). 

Kalend mendirikan BEC di Dusun Singgahan, Desa Palem, Kecamatan Pare, Kediri, Jawa Timur. Lembaga kursus bahasa Inggris yang didirikan pria berdarah Kalimantan Timur itu kelak menjadi cikal bakal lahirnya "Kampung Inggris" di Kabupaten Kediri. Satu kalimat yang memotivasinya saat meninggalkan tanah Borneo sangat sederhana. "Saya ingin revolusi hidup," ujar Kalend yang saat itu berusia 27 tahun. Motivasi itu berbuah kerja keras dan hasil yang mengagumkan. Terbukti, saat ini lulusan BEC mencapai 16.285 orang.

-------------
Biodata Kalend Osen:
  • Nama: Muhammad Kalend Osen
  • Lahir: kutai Kartanegara 20 Februari 1945
  • Isrti : Siti Fatimah
  • Anak: Muhammad Syamurrijal, Nur Halimah, Muhammad Fuad
Pendidikan:
  • Sekolah Rakyat (SR) Sebulu, kutai Kaltim (1960)
  • PGA Tenggarong kutai (1964)
  • Kullitatul Mu’alimin Al islamiyah (KMI) Gontor (sampai kelas lima)

.
.
.
.
Sumber: Berbagai sumber